Ketika kita menghafal suatu bab sejarah, sebagian orang menghafalkannya demi nilai ulangan. Tahukah anda apa yang terjadi ketika kita menghafalkannya hanya demi nilai ujian? Yup, selesai ujian, kita akan cenderung mudah melupakan pelajaran itu. Lalu untuk apa kalau hanya menghafal hanya untuk ujian? Sedangkan pelajaran sejarah sendiri ada agar bisa diterapkan, bukan dihafalkan.
Lepas dari menghapal, jika kita memahami suatu sejarah, mengerti dan bisa merasakan pelajaran-pelajaran yang terkandung di sejarah itu, kemungkinan lupa akan sejarah itu masih ada, tetapi jangka waktunya lebih lama daripada hanya menghafal. Walaupun jika kita hanya menghafal, mungkin kita bisa mengingat sejarah itu lebih kompleks, lebih lengkap. Namun apa gunanya ketika kita tidak bisa menerapkannya? Apa gunanya punya hafalan setinggi bukit namun tidak bisa diaplikasikan kepada kehidupan? Untuk apa? Apakah hanya menjadi sebuah ilmu yang menetap di otak dan tinggal menunggu waktu pudar?
Tan Malaka (1943:17-18) mengatakan "Pada ketika itu saya sadar, bahwa kebiasaan menghafal itu tidak menambah kecerdasan, malah menjadikan saya bodoh, mekanis, seperti mesin." Di lingkungan saya dari SD hingga SMA juga kebanyakan seperti ini, yup, kebiasaan menghafal tanpa mengerti konsepnya. Apalagi ketika hendak ada ujian, SKS (Sistem Kebut Semalam) pun bertebaran. Tak peduli konsep seperti apa, yang terpenting adalah hafal, yang terpenting adalah hasil memuaskan ketika ujian. Tidak peduli dengan hasil jangka panjang, yang hanya bisa didapatkan ketika kita memahami konsep, bukan sekedar menghafal.
Mindset "menghafal tanpa memahami" di kalangan pelajar, salah siapa?
Ketika mindset ini sudah merajarela, sebetulnya tidak ada pihak yang benar-benar salah. Menurut saya, dari pihak pengajar dan pelajar sama-sama mempunyai kesalahan. Kalangan pelajar tidak bisa menyalahkan pengajar, sebaliknya, kalangan pengajar juga tidak bisa menyalahkan kaum pelajar. Kita sebagai pelajar mempunyai banyak alasan mengapa kita tidak memahami konsep, tapi hanya menghafal. Diantaranya ; terlalu banyak pelajaran yang harus dipahami, sedangkan kemampuan otak manusia terbatas ; waktu yang terbatas dikarenakan tugas sekolah yang menumpuk ; pelajaran yang tidak cocok dengan karakter / kesukaan individu, dan sebagainya. Tentu kita lihat masalah-masalah diatas tidak hanya berkaitan dengan pelajar, namun berkaitan juga dengan guru, sistem belajar, hingga sistem pendidikan. Oleh karena itu, mindset ini bukanlah secara full salah pengajar maupun pelajar. Tapi, kedua belah pihak sama-sama mempunyai kesalahan.
Lalu, bagaimana?
Telah kita ketahui, bahwa mempelajari pelajaran sejarah ini sangatlah penting, bayangkan saja ketika generasi bangsa yang tidak paham akan sejarah, akan jadi apa bangsa kita? Tapi masalahnya, mindset menghafal tanpa memahami ini merajarela di kalangan pelajar, karena bisa dibilang mudah dan tidak menghabiskan waktu untuk berpikir.
Menurut saya, baik dari golongan pelajar maupun pengajar, haruslah berpikir secara adil. Baik pelajar maupun pengajar, haruslah lebih memprioritaskan tujuan jangka panjang, daripada jangka pendek. Walaupun rintangannya akan jauh lebih sulit, waktu yang dibutuhkan lumayan menyita, namun kita haruslah berpikir manfaat kelaknya. Anggap saja perjuangan dan waktu yang kita korbankan merupakan investasi yang kita tanam untuk kita di hari kelak nanti, dan untuk bangsa kita sendiri.
Untuk golongan pelajar, kita adalah golongan penerus bangsa, sejarah kita mengandung ribuan bahkan jutaan nilai yang berharga. Kita sebagai penerus bangsa, haruslah mengerti/memahami sejarah kita sendiri, bukan hanya menghafalkannya, agar kelak di masa depan, kita bisa menghadapi tantangan-tantangan yang datang, baik dari luar, maupun dari dalam. Ingat! Masa depan Indonesia kita yang menentukan! Salam Pemuda!