Air dan Sanitasi sebagai Hak Dasar
Akses terhadap air minum aman dan sanitasi merupakan hak asasi setiap manusia yang telah ditetapkan dalam Sidang Umum PBB pada 2010. Air dan sanitasi merupakan bagian fundamental bagi setiap manusia untuk bertahan hidup dan menjaga kesehatannya, dan karenanya juga harus dipandang sebagai elemen utama dalam pemenuhan hak kepada standar hidup yang layak dan hak atas kesehatan.
Berdasarkan Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya pada paragraf 10 disebutkan bahwa yang disebut hak atas air adalah kebebasan mempertahankan akses kepada layanan air yang ada yang dibutuhkan dan mendapatkan peluang atas pasokan air setara bagi masyarakat untuk menikmati air tersebut. Hak atas air mencakup: (1) Ketersediaan yang cukup, (2) Kualitas, yaitu air harus aman dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan sehari hari serta tidak mengandung ancaman bagi kesehatan manusia, (3) Kesesuaian artinya fasilitas layanan dapat diterima secara budaya dan ramah bagi disabilitas maupun gender responsive, (4) Aksesibilitas, yaitu mudah diakses dan aman, (5) Keterjangkauan, artinya harga layanan air dan sanitasi terjangkau bagi semua karena merupakan kebutuhan esensial.
Di tingkat nasional, hak atas kesehatan dan standar hidup layak juga dinyatakan dalam UUD 1945. Walaupun air minum dan sanitasi merupakan hak dasar, berdasarkan data, air minum masih tidak dapat diakses sebagian besar masyarakat Indonesia. UNPDF mengindikasikan bahwa setidaknya terdapat 42,8% masyarakat Indonesia tidak memiliki akses kepada sumber air yang layak, sedangkan sekitar 55 juta orang (22% populasi) masih melakukan buang air sembarangan.
Sementara itu, berdasarkan hasil Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) Tahun 2020, memperlihatkan bahwa akses air minum layak mencapai 93% dengan 97%-nya berada di perkotaan dan 87%-nya di pedesaan. Adapun akses air minum aman hanya 11,9% dengan 15% di perkotaan dan 8%-nya di pedesaan.
Artinya, masih harus menjadi perhatian karena air aman masih di bawah 15% sesuai target yang diamanatkan untuk tercapai tahun 2024. Dan ditemukan 7 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengosumsi air minum yang terkontaminasi e-coli, yaitu bakteri pathogen yang menyebabkan diare.
Kemudian bicara hak asasi manusia, tidak hanya manusia dewasa, tetapi juga anak-anak. Artinya, anak-anak juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses air dan sanitasi. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2018, diketahui bahwa 45,19% anak di desa dan 20,08% anak di kota masih belum mendapatkan fasilitas akses air dan sanitasi dengan baik.
Faktor lain yang perlu diperhatikan, yang juga akan berdampak pada keberlangsungan air minum yang akan mengancam kualitas, keamanan maupun aksesibilitas adalah isu mengenai permasalahan tangkapan air (catchment), eksploitasi berlebihan, dan pengelolaan yang buruk.