Artikel finalis kompetisi menulis #WorthyStory IDNtimes.com
Ketika bumi pertiwi terbangun dari ketidaksadarannya, mungkin saja ia akan berteriak mengenai bermacam-macam hal kepada bayi, balita, anak-anak, hingga remaja yang akan mengukir bagaimana wajah Indonesia pada dua atau tiga dekade yang akan datang. Tak lepas dari harapan yang berdasarkan kekesalan bumi pertiwi bangsa akan ukiran pendahulu pemimpin negara yang dicoreng begitu saja.
“Hai anak-anakku, aku tahu ketika kalian dilahirkan kalian tidak memilih apapun! Baik agama, kebangsaan, nama, bahkan orangtua yang melahirkan kalian, namun itu semua berubah hanya dalam waktu sepersekian menit. Mereka memberi kalian identitas, kebangsaan, kebudayaan, agama, hingga bahkan cita-cita terkadang.
Ya, itulah kehidupan, sesungguhnya tidak ada kebebasan sejati walau kita semua dilahirkan dalam keadaan bebas. Mungkin saja kalian tidak memilih bangsa ini menjadi bangsa kalian, akan tetapi ingatlah dengan baik anakku! Tetua yang menjadi kakek hingga buyutmu menanam peluru tepat di ubun-ubun tengkoraknya bukan lain karena hanya ingin melihatmu mampu hidup selayaknya manusia anakku!
Kau juga harus sadar, walau tidak pernah terpintas di kepalamu untuk memilih tempat ini sebagai bangsa tanah airmu, akan tetapi banyak orang yang sedang bergantung padamu walau kau bahkan tidak tahu apa yang sedang atau sudah terjadi anakku!”.
“Oleh karena itu aku berharap mohon padamu, tuntun tanah air bangsa ini walau kau tidak mengharapkannya terlebih dahulu anakku. Bawalah ia dan teman temannya menuju bangsa yang kau impikan sebagaimana kau memimpikan bangsa lain apabila kau disuruh memilih terlebih dahulu!
Aku tahu, kita semua tahu bahwa kau jelas sangat mampu dalam mengemban amanah besar ini di bahumu anakku, hanya tinggal sekeping kepercayaan yang perlu kau jaga utuh agar kau tetap mau untuk mencapai harapan tetuamu terdahulu. Apabila aku, ibu pertiwimu mampu bergerak dan berteriak semangat sepertimu, aku sudah melakukan itu sedari dulu, karena aku benar sadar akan kemampuan besar seperti itu mampu mengubah hal yang kau bahkan tidak percayai anakku.
Aku hanya rindu melihat semangat para tetuamu terdahulu yang selalu hanya ada kata bangsa dan generasiku tertanam dibenaknya. Aku rindu bagaimana mereka mengaggapku, aku sudah lama tidak mendapatkan itu. Kamu tahu anakku? Aku bisa saja menyerahkan diriku kepada anak dari penjuru mana saja, tapi aku tau kamu mampu, aku bergantung padamu, anakku. “ - IBU PERTIWI