Sejak kapan kita mulai familier dengan kata startup? Apakah sejak banyaknya perusahaan-perusahaan rintisan muncul dengan keuntungan yang besar yang menggiurkan? Atau sejak kita menengok acting memukau dari Bae Suzy, Nam Joo-hyuk, Kim Seon-ho, dan Kang Han-na dari Drama Korea yang berjudul sama?
Menjamurnya perusahaan rintisan di Indonesia ini bukan tanpa alasan, mereka yang banyak dikemudikan oleh para anak muda (milenial atau bahkan generasi Z) adalah perusahaan yang mencoba menjawab tantangan dari perkembangan zaman.
Secara kuantitas, meski 2022 baru melewati pertengahan tahun, Indonesia telah berhasil menjadi negara ke-6 di dunia dengan jumlah startup terbanyak, yaitu 2.403 perusahaan. Jumlah ini bahkan digadang-gadang akan terus bertambah seiring waktu dan seiring kemampuan bertahan dari masing-masing startup.
Lalu sebenarnya, jika startup sama saja dengan perusahaan rintisan, apa perbedaannya dengan usaha kecil? Apa yang membuat kita terjerat dalam pesona startup?
Satu kata kunci yang mungkin tidak bisa kita temukan dalam model bisnis lain, startup mencoba untuk mengganggu pasar. Para pendiri startup adalah orang-orang dengan inovasi dan mungkin sedikit “gila” dan mereka ingin pasar yang ada berubah mengikuti alur yang mereka inginkan.
Tidak percaya?
Contohnya, di tahun 2000-an saat kita lapar, kita akan pergi keluar. Bisa menuju pasar atau rumah makan, kalau jauh kita kadang menaiki alat transportasi umum atau kendaraan pribadi. Setelah sampai ke tempat yang menjual makanan, kita punya dua pilihan. Makan di tempat atau bawa pulang.
Kebiasaan orang membeli makan akan membentuk pasar. Memang ada kemungkinan orang-orang berkendara jauh sekali untuk mendapatkan makanan yang mereka mau, meskipun harus mengorbankan uang bensin dan waktu yang berharga. Tapi persentasenya akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan orang yang memilih membeli makanan dekat dengan rumahnya. Lebih hemat ongkos dan waktu.
Pasar yang terbentuk adalah pilihan orang untuk membeli makanan terhalang oleh jarak dan waktu.
Kalau sekarang?
Kita lapar, yang kita cari pertama kali adalah handphone atau gadget. Lihat makanan apa yang ingin kita makan hari ini, atau cari kode promo dari beberapa aplikasi pesan antar. Tak lupa bayar pake e-money supaya bisa dapet cashback.
Kadang-kadang penawaran dari tanggal-tanggal kembar juga menekan keinginan kita untuk belanja lebih banyak, dibela-belain juga meskipun letak restorannya cukup jauh.
Lihat kan yang terjadi?
Kebiasaan berubah, keinginan dan kemauan berubah, dan pasar pun ikut berubah. Inilah kehebatan dari kekuatan sebuah startup.