10 Fakta Arab Revolt, Pemberontakan Bangsa Arab Terhadap Ottoman

Sebuah pemberontakan kerap terjadi di setiap zaman kekaisaran, kerajaan, maupun negara. Latar belakangnya bermacam-macam, namun lebih sering didasari atas ketidak adilan, kepemimpinan yang semena mena, dan kemiskinan.
Kekaisaran Ottoman atau disebut sebagai Kesultanan Utsmani adalah salah satu kerajaan besar yang membentang dari Anatolia, Eropa Timur, hingga Timur Tengah dan memiliki pengaruh yang kuat pun tak luput dari peristiwa pemberontakan tersebut. Di akhir-akhir kejayaannya di berbagai wilayah Ottoman pun terjadi banyak pemberontakan.
Salah satu pemberontakan paling terkenal dalam sejarah adalah Arab Revolt, yakni pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Arab untuk menuntut kemerdekaan.
Penasaran dengan sejarahnya? Mari simak ulasannya!
1. Dilatarbelakangi oleh bangkitnya paham nasionalisme
Arab Revolt atau dalam bahasa Arab adalah al-Thawra al-'Arabiyya dan dalam bahasa Turki adalah Arap İsyanı diketahui disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor terkuat terjadinya pemberontakan Arab adalah bangkitnya paham nasionalisme etnis di kedua belah pihak.
Bangkitnya paham nasionalisme Arab maupun nasionalisme Turki tercatat sudah muncul di awal abad ke-19. Namun paham nasionalisme tersebut baru menimbulkan konflik semenjak peristiwa revolusi Young Turk pada 3 Juli 1908 yang mengantarkan Komite Persatuan dan Kemajuan berhasil meraih kekuasaan dan berhasil menggulingkan kekuasaan Sultan Abdul Hamid II pada 1909.
Dimana Komite Persatuan dan Kemajuan memiliki paham ultra-nasionalis Turki dan mendukung untuk upaya sentralisasi di Kesultanan Ottoman. Disamping itu, komite tersebut juga diketahui memiliki anggapan bahwa Turki merupakan kelompok etnis yang dominan di atas bangsa lain di Kesultanan Ottoman.
2. Dipengaruhi gesekan antar etnis
Di saat yang bersamaan dengan menguatnya paham nasionalisme Turki, permusuhan pemerintah Ottoman dengan para tokoh-tokoh Arab yang nasionalis maupun konservatif pun turut meningkat. Hingga akhirnya para intelektual dan politisi Arab menyelenggarakan Kongres Arab Pertama pada tahun 1913 yang menuntut untuk otonomi secara luas di Jazirah Arab.
Dikutip dari nzhistory, tokoh Arab yang cukup vokal menentang pemerintahan Ottoman adalah Sharif Hussein bin Ali yang merupakan pemimpin klan Bani Hasyim dan juga merupakan keturunan keluarga Rasulullah. Selain itu, ada klan Bani Saud yang dipimpin oleh Abdul Aziz al Saud juga diketahui lebih keras lagi menentang pemerintah Ottoman.
Hal tersebut diperumit dengan berkembangnya ideologi Turanisme yang menekankan pada paham nasionalisme Turki sekuler. Dikombinasikan dengan meluasnya kemiskinan dan pertentangan secara teologis antara Sufisme Ottoman dengan Salafisme beberapa suku-suku di pedalaman Arab.
3. Keterlibatan pihak luar terutama Inggris
Inggris seperti layaknya kekuatan imperialis pada umumnya yang gemar memanfaatkan perpecahan sebagai bahan untuk memuluskan agenda politik imperialisnya. Pada saat itu, Inggris mulai melakukan dukungan terhadap pihak Sharifian yang diwakili oleh Abdullah bin Hussein pada tahun 1914.
Pada saat itu Inggris menawarkan hak istimewa terhadap Sharif dan berjanji memberikan kemerdekaan dari kekuatan Ottoman. Hingga tahun 1915 komunikasi Sharif Hussein dengan Inggris semakin intens. Lalu pada tahun 1916, Inggris mengirim bantuan secara finansial sekaligus persenjataan dan amunisi.
Dilansir andrewcusack.com, seorang diplomat Inggris bernama Mark Sykes pun sampai mendesain bendera khusus untuk Revolusi Arab dengan kombinasi warna hitam, merah, putih, dan hijau. Hingga desain bendera tersebut diadopsi dengan beberapa perubahan oleh negara Arab modern seperti Yordania, Irak, Suriah, Mesir, Yaman, Kuwait, Palestina, dan Uni Emirat Arab.
4. Terjadi bersamaan dengan Perang Dunia I
Di tengah meletusnya Perang Dunia I, Ottoman di bawah kepemimpinan tiga Pasha yakni Enver Pasha, Cemal Pasha, dan Talaat Pasha bergabung dengan blok sentral dan mulai menciptakan aliansi yang kuat dengan Jerman.
Ottoman diketahui mulai masuk dalam Perang Dunia I pada tahun 1914 di saat mereka mulai menyerang pelabuhan milik Rusia yang merupakan anggota blok sekutu.
Hal itu juga menjadi momentum bagi bangsa Arab untuk melakukan perlawanan terhadap Ottoman. Dengan bantuan persenjataan Inggris dan Prancis, pasukan Sharif Hussein yang dibantu ketiga anaknya yakni Faishal, Abdullah, dan Ali mulai melakukan pemberontakan terhadap pasukan Ottoman pada tahun 1916.
5. Pertempuran dan pemberontakan meletus di jazirah Arab
Pemberontakan dimulai ketika pejuang Arab yang dipimpin oleh Sharif Ali dan Faishal mulai menyerang garnisun Ottoman di kota Madinah pada 5 Juni 1916, namun serangan itu berhasil diredam oleh pasukan Turki di bawah kepemimpinan Fakhri Pasha. Perlawanan pejuang Arab pun terus berlanjut dengan penyerangan pasukan Ottoman di kota Mekkah pada 10 Juni 1916.
Selama pertempuran di kota Mekkah, pemberontak Arab mendapat bantuan dari Inggris yang mengirimkan bantuan pasukan dari Mesir. Dengan begitu setelah sebulan berperang, pada 9 Juli 1916 kota Mekkah berhasil dikuasai oleh pejuang Arab.
Setelahnya pasukan Arab yang didukung Inggris berhasil merebut kota-kota lainnya seperti Jeddah, Ta’if, Yanbu, Rabigh, dan al-Qunfundhah. Di samping itu, pasukan Arab dengan strateginya sering menyerang jalur kereta Ottoman untuk menjarah kereta pasukan Turki yang penuh dengan senjata dan logistik.
6. Konflik bersenjata di kota-kota besar jazirah Arab
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa pada saat itu pertempuran terjadi di hampir semua kota besar di jazirah Arab. Mencakup, Jeddah, Ta’if, Aqaba, Gaza, Yerusalem, termasuk dua kota suci Mekkah dan Madinah. Perlawanan pasukan Arab yang dibantu sekutu pun semakin intens di tahun-tahun berikutnya.
Pada 6 Juli 1917, pejuang Arab berhasil merebut kota pelabuhan Aqaba dari tangan Ottoman dalam pertempuran Aqaba. Perebutan kota Aqaba tersebut membantu kelancaran jalur logistik untuk pasukan Arab dan memudahkan pergerakan pasukan Inggris yang bersiap melakukan penyerangan terhadap wilayah Palestina dan Suriah yang dikuasai Ottoman.
Setelahnya, pasukan ekspedisi Mesir dengan arahan Jenderal Sir Edmund Allenby mulai menyerang garis Gaza – Bersheeba dan berhasil merebut Gaza pada November 1917.
Hingga akhirnya pada Desember 1917 pasukan Inggris berhasil merebut kota Yerusalem dari tangan Ottoman. Sampai di tahun berikutnya 1918, kota Deraa dan Damaskus pun juga berhasil direbut oleh gabungan pasukan Inggris dan pejuang Arab.
7. Keterlibatan T.E Lawrence di pihak pejuang Arab
Sedari awal keterlibatan Inggris dalam Arab Revolt, negara itu telah banyak mengirimkan sejumlah perwira terkemukanya, seperti Kolonel Cyril Wilson, Kolonel Pierce C. Joyce, Letkol Steward Francis, Kolonel T.E Lawrence, dan Mayor Herbert Garland. Namun, Kolonel Thomas Edward Lawrence adalah yang paling masyur di kalangan pejuang Arab.
Lawrence pertama kali dikirim ke wilayah Hijaz pada 1916 untuk membantu Sharif Hussein melakukan pemberontakan terhadap Ottoman. Tercatat, Lawrence sangat berperan dalam perebutan kota Aqaba dan beberapa upaya penyerangan pasukan Ottoman, hal tersebut sangat membantu pasukan Inggris dan pejuang Arab.
Bahkan, kisahnya dalam membantu pejuang Arab pun berhasil difilmkan pada tahun 1962 dengan judul “Lawrence of Arabia”. Film tersebut dibuat berdasarkan buku karangannya yang berjudul “Seven Pillars of Wisdom” yang merangkum kisahnya dalam peristiwa pemberontakan Arab.
8. Beberapa pasukan Arab yang memihak pasukan Ottoman
Walaupun sebagian besar pasukan dan suku Arab berada di pihak yang berlawanan dengan Ottoman. Diketahui masih ada beberapa pasukan Arab dan suku Arab yang tetap setia terhadap Kesultanan Ottoman. Emirat Jabal Shammar sebuah monarki dari klan Rashidi menyatakan dukungannya terhadap Ottoman.
Emir Abdulaziz bin Mutaib al Rashid pemimipin dari Emirat Jabal Shammar membantu upaya Ottoman dalam meredam perlawanan pejuang Arab yang menentang Ottoman. Diketahui itu juga sebagai upaya klan Rashidi untuk melawan dominasi klan Hasyimi dan klan Saud yang kian meningkat selama Arab Revolt.
9. Kekalahan telak pasukan Ottoman
Di periode akhir Arab Revolt, hampir sebagian besar wilayah kekuasaan Ottoman di jazirah Arab menghilang. Wilayah Ottoman di Hijaz, Transyordania, Palestina, Lebanon, Suriah selatan, Semenanjung Arab semua berhasil direbut oleh pasukan gabungan Inggris dan pejuang Arab.
Hingga kota Madinah berhasil ditaklukan pada 1919 yang telah lama bertahan sejak 1916 walaupun wilayah di sekitarnya telah dikuasai oleh pejuang Arab dan Inggris. Sebelumnya kota Baghdad berhasil direbut dari tangan Ottoman oleh pasukan Inggris pada 1917.
Keberhasilan Arab Revolt dan kekalahan telak Ottoman di jazirah Arab juga berpengaruh terhadap runtuhnya kesultanan Ottoman secara keseluruhan hingga menyebabkan dominasi dan pengaruhnya di jazirah Arab hilang sepenuhnya.
10. Mempengaruhi kondisi politik Timur Tengah di masa yang akan datang
Setelah keberhasilan Arab Revolt, keluarga Sharif Hussein mendapatkan keistimewaan yang cukup besar. Hampir seluruh wilayah jazirah Arab berada di bawah kekuasaannya. Namun, hal itu tak berlangsung lama karena pada kenyataannya Inggris menciderai janjinya terhadap keluarga Sharif.
Dilansir BBC, Inggris dan Prancis membuat kesepakatan baru yang membagi beberapa wilayah di jazirah Arab di bawah kekuasaan mereka. Kemudian pada tahun 1925 Inggris bekerja sama dengan klan Saud berhasil merebut wilayah Hijaz dari tangan keluarga Sharif Hussein, sehingga keluarga Sharif hanya mendapatkan wilayah Yordania dan Irak.
Hal tersebut pun mengarah pada pembentukan beberapa negara Arab modern yang kita kenal sekarang. Pembentukan dan berdirinya negara seperti Yordania, Arab Saudi, Suriah, Palestina, Israel, Irak, Lebanon pun dapat dikatakan sangat erat kaitannya dengan peristiwa hengkangnya kekuatan Turki Ottoman dari tanah Arab lewat terjadinya Arab Revolt.
Nah, itulah beberapa fakta sejarah dari peristiwa Arab Revolt. Semoga dari kisah sejarah tersebut kita dapat belajar betapa pentingnya persatuan dan kesatuan.