Sekelompok pria di perbatasan Mehran dalam perjalanan Arbain, yaitu pergerakan sejumlah besar muslim Syiah menuju kota Karbala, selatan Baghdad. Mereka berkumpul pada hari ke-40 setelah peringatan kematian Hussain bin Ali, Imam Syiah ketiga, dalam acara Asyura. (unsplash.com/Mostafa meraji)
Seperti agama besar lainnya, pengikut Islam terbagi menjadi banyak aliran dan denominasi yang berbeda. Adapun, dua denominasi terbesar dalam Islam dikenal sebagai Sunni dan Syiah. Saat ini, perbedaan mereka berpusat pada kontrol politik negara-negara dengan komunitas Islam yang besar, seperti Iran dan Arab Saudi.
Namun, perpecahan awal terjadi hampir 1.500 tahun yang lalu, seperti yang dijelaskan dalam buku A History of the Modern Middle East. Setelah kematiannya pada tahun 632 M, Nabi Muhammad SAW tidak memiliki anak yang diketahui dan tidak memberikan instruksi siapa yang akan menjadi penggantinya sebagai pemimpin Islam. Pada akhirnya, ini menciptakan perselisihan pendapat.
Muslim Sunni menghormati penerus Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin, yang mengambil alih setelah kematian Nabi Muhammad SAW. Namun, Muslim Syiah hanya mengakui sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW, yakni Ali bin Abi Thalib. Setelah terlibat perang saudara dengan pengikut Nabi Muhammad SAW lainnya, Muawiyah bin Abu Sufyan, Ali bin Abi Thalib dibunuh pada tahun 661 M.
Pengikut Ali bin Abi Thalib yang masih hidup memandang Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai perampas kekuasaan yang tidak sah. Mereka lantas mendorong putra Ali bin Abi Thalib yang bernama Husain bin Ali untuk berperang melawan pembunuh ayahnya. Namun, Husain juga tewas dalam pertempuran melawan Muawiyah bin Abu Sufyan. Muslim Syiah melihat kematian Husain sebagai momen mendasar dalam evolusi mereka dan mereka memandang Ali bin Abi Thalib serta Husain bin Ali sebagai martir yang tewas karena memprotes hegemoni Sunni. Ini masih dipandang oleh banyak Syiah sebagai perjuangan mereka saat ini.