Paus Paulus bersama Kardinal Joseph Ratzinger, sebelum menjadi Paus Benediktus XVI (commons.wikimedia.org/Jornal O Bom Católico)
Setelah Joseph Alois Ratzinger menjadi pendeta, ia melanjutkan pendidikan akademisnya dan memperoleh gelar doktor di bidang teologi pada 1953. Beberapa tahun kemudian, Ratzinger menjadi profesor yang mengajar di berbagai sekolah tinggi filsafat dan teologi, dengan fokus pada subjek dogma dan teologi fundamental hingga 1969. Tahun itu, dia mengajar teologi dogmatis dan sejarah dogma di Universitas Regensburg, sebelum menjadi wakil presiden di universitas tersebut.
Dikutip Britannica, pada awal karier gerejawinya, Joseph Alois Ratzinger adalah salah satu pemikir yang lebih progresif dalam kelompok sejawatnya. Namun, bertahun-tahun kemudian, pandangannya berubah. Ia pun menjadi pendeta yang condong ke arah konservatif.
Perubahannya ini terinspirasi oleh protes mahasiswa yang dilihatnya pada akhir 1960-an, saat ia bertugas di kota Tübingen. Pasalnya, ada fenomena dimana beberapa orang meninggalkan agama Kristen. Nah, dengan adanya upaya para pengunjuk rasa yang ingin mendekonstruksi dogma iman Kristen dan norma-norma masyarakat lainnya, Ratzinger pun mengubah pandangannya.
Pada tahun-tahun dimana Joseph Alois Ratzinger menjabat sebagai Prefek Kongregasi Ajaran Iman, ia ditunjuk oleh Paus Yohanes Paulus pada saat itu. Ratzinger pun menjadi penasihat Paus Yohanes Paulus II dari 1978 hingga 2005. Ratzinger sangat vokal dalam menentang isu-isu progresif, seperti sekularisasi, teologi pembebasan, feminisme radikal, homoseksualitas, pluralisme agama, dan bioetika. Ia pun mendapat julukan Rottweiler Tuhan.