ilustrasi sedih Jean Baptiste Greuze, A Girl With A Dead Canary, 1765 (theparisreview.org)
Menangis sering kali dipandang sebagai kelemahan seseorang. Akan tetapi, pada Abad Pertengahan di Inggris, pria dan wanita diizinkan menangis sesuka hati. Seseorang akan dinilai dari air mata mereka, termasuk kuantitas, durasi menangis, dan frekuensinya. Pada saat yang sama, air mata dianggap sebagai respons yang sangat normal terhadap situasi yang mengerikan.
Ada juga air mata yang dijuluki "air mata karunia". HistoryExtra mengatakan bahwa ini adalah tanda bahwa seseorang sedang memikirkan penderitaan Kristus hingga meneteskan air mata. Air mata ini dianggap sebagai hadiah dari Tuhan, yang membuatnya menjadi orang yang sangat saleh.
Akan tetapi, menangis yang berlebihan, juga dicurigai palsu. Contohnya Margery Kempe, seorang penganut ilmu mistik yang ternama saat itu. Ia menangis begitu keras hingga para imam harus membungkamnya selama kebaktian karena dianggap mengganggu.
Beberapa orang mengira bahwa dia sangat suci, sedangkan yang lainnya curiga bahwa ia mabuk, sakit, atau bahwa dirasuki oleh iblis yang membuatnya tampak suci. St. Peter Damian dari abad ke-11 menjelaskan bahwa tangisan palsu ini bukan berasal dari embun surgawi, tetapi menyembur dari lambung kapal air neraka.