Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Orangutan
orangutan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Paras imutnya memicu perdagangan ilegal yang kejam

  • Perdagangan satwa liar ilegal dimotivasi oleh keinginan manusia untuk memiliki bayi orangutan sebagai hewan peliharaan.

  • Orangutan sering disiksa dan dieksploitasi untuk memenuhi keinginan manusia, menyebabkan penderitaan yang traumatis.

  • Orangutan dewasa memiliki kekuatan fisik yang sangat berbahaya

  • Orangutan dewasa memiliki kekuatan luar biasa dan perilaku tidak bisa diprediksi.

  • Menganggap mereka jinak dapat membahayakan nyawa manusia karena sifat agresif mereka.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah lihat video bayi orangutan bergelantungan manja atau bermata bulat penuh rasa ingin tahu? Banyak dari kita langsung gemas dan melabeli mereka 'lucu'. Sosok mereka yang mirip manusia, terutama saat masih kecil, memang mudah sekali mencuri hati siapa pun yang melihatnya di kebun binatang atau media sosial.

Namun, di balik kata 'lucu' yang kita sematkan, tersimpan realitas kelam yang mengancam kehidupan mereka di habitat aslinya di hutan Kalimantan dan Sumatra. Anggapan ini secara tidak langsung justru membuka pintu penderitaan bagi mereka. Persepsi yang tampak tidak berbahaya ini ternyata menjadi salah satu pemicu utama mengapa populasi mereka terus menurun dan terancam punah.

1. Paras imutnya memicu perdagangan ilegal yang kejam

orangutan (pexels.com/Cesar Aguilar)

Wajah bayi orangutan yang menggemaskan sering kali memicu hasrat manusia untuk memilikinya sebagai hewan peliharaan. Keinginan inilah yang menjadi bahan bakar utama bagi perdagangan satwa liar ilegal. Para pemburu akan masuk ke hutan, mencari induk orangutan yang sedang mengasuh anaknya, lalu melakukan hal yang tak terbayangkan.

Dilansir Orangutan Conservancy, untuk mendapatkan satu bayi orangutan, para pemburu sering kali harus membunuh induknya terlebih dahulu. Bayi-bayi ini kemudian direnggut paksa dari dekapan induknya, sebuah peristiwa yang sangat traumatis. Mereka lalu dimasukkan ke dalam kandang sempit, diselundupkan, dan dijual di pasar gelap, jauh dari rumah mereka yang seharusnya.

Penderitaan tidak berhenti di situ. Banyak orangutan yang diselamatkan dari perdagangan ilegal ditemukan dalam kondisi menyedihkan. Mereka mengalami malnutrisi, stres berat, hingga luka-luka akibat perlakuan kasar. Beberapa bahkan dieksploitasi untuk hiburan manusia yang kejam, seperti dipaksa ikut dalam pertandingan tinju palsu yang menyakiti mereka secara fisik dan mental.

2. Orangutan dewasa memiliki kekuatan fisik yang sangat berbahaya

orangutan (pexels.com/Florian Kriechbaumer)

Anggapan 'lucu' dan 'jinak' sangat menyesatkan, terutama jika kita berbicara tentang orangutan dewasa. Mereka adalah hewan liar yang memiliki kekuatan luar biasa. Jangan pernah berpikir mereka adalah primata besar yang bisa dipeluk atau diajak bermain seenaknya seperti di film-film.

Menurut perspektif seorang dokter hewan yang dimuat di dvm360.com, seekor orangutan jantan dewasa bisa memiliki berat hingga 136 kg dengan kekuatan setara delapan pria dewasa. Lengan mereka yang panjang dan berotot bukan hanya untuk bergelantungan, tetapi juga senjata mematikan. Gigitan mereka pun sangat kuat, mampu menghancurkan apa pun dengan mudah.

Meskipun cerdas, mereka tetaplah hewan liar yang perilakunya tidak bisa ditebak. Ketika merasa terancam, terpojok, atau sedang bersaing memperebutkan pasangan, mereka bisa menjadi sangat agresif. Menganggap mereka sebagai makhluk yang selalu ramah adalah kesalahan fatal yang bisa membahayakan nyawa manusia.

3. Interaksi dengan manusia bisa mengubah perilaku alami mereka

orangutan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Wisata yang memungkinkan interaksi dekat dengan orangutan, seperti memberi makan atau berfoto bersama, sering kali didasari oleh keinginan melihat kelucuan mereka secara langsung. Sayangnya, interaksi semacam ini justru merusak perilaku alami dan kemampuan bertahan hidup mereka di alam liar.

Dilansir Earthwise Aware, orangutan yang terlalu terbiasa dengan manusia akan mengalami ketergantungan. Mereka jadi malas mencari makan sendiri dan lebih memilih menunggu pemberian dari manusia. Hal ini membuat mereka kehilangan insting bertahan hidup yang seharusnya diwariskan dari generasi ke generasi.

Lebih parahnya lagi, induk orangutan yang sering berinteraksi dengan manusia bisa gagal mengajarkan keterampilan penting kepada anaknya, seperti cara mencari buah atau membangun sarang. Akibatnya, generasi baru orangutan tumbuh menjadi individu yang lemah dan tidak siap menghadapi tantangan di alam liar. Ketergantungan ini juga memicu stres dan perilaku agresif ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan dari manusia.

4. Kehidupan mereka di alam liar penuh ancaman serius

orangutan (pexels.com/Noel Snpr)

Membayangkan orangutan sebagai makhluk lucu yang hidup santai di pucuk pohon adalah sebuah penyederhanaan yang berbahaya. Kenyataannya, kehidupan mereka adalah perjuangan tanpa henti melawan berbagai ancaman yang bisa merenggut nyawa mereka kapan saja.

Deforestasi besar-besaran untuk perkebunan telah menghancurkan rumah mereka. Seperti diulas NE Primate Conservancy, hilangnya habitat memaksa mereka turun ke tanah, area di mana mereka sangat rentan. Di darat, mereka menjadi mangsa empuk bagi predator seperti macan dahan, harimau sumatra, dan ular sanca berukuran besar.

Selain itu, laju reproduksi orangutan sangatlah lambat. Seekor betina hanya melahirkan satu anak setiap delapan tahun sekali. Angka ini membuat populasi mereka sangat sulit untuk pulih dari penurunan akibat perburuan, kehilangan habitat, dan konflik dengan manusia. Realitas mereka bukanlah dongeng yang lucu, melainkan kisah perjuangan untuk bertahan hidup setiap harinya.

Jadi, sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap orangutan. Alih-alih hanya melihat mereka sebagai objek 'lucu', mari kita hormati mereka sebagai satwa liar yang agung dan berhak hidup bebas di habitatnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team