Mengkritik pemerintah memang bukanlah hal yang baru. Filsuf Yunani, Plato, menulis hal ini pada 375 SM dalam salah satu dialog filosofis paling kritis yang pernah ditulis, berjudul The Republic. Plato berdiskusi dengan mantan mentor dan tokoh sastranya, Socrates.
Plato pun menyimpulkan bahwa demokrasi muncul dari kesenjangan antara si kaya dan si miskin, menganggap kebebasan dan kesetaraan sebagai cita-citanya, dan mengangkat yang tidak layak ke posisi kekuasaan. Ia juga berpendapat bahwa demokrasi merupakan jalan lain menuju perbudakan, ketakutan, dan penindasan. Nah, kesimpulan Plato ini sangat akurat dan menjadi kenyataan pada awal hingga pertengahan abad ke-20 selama masa kejayaan republikanisme.
Pada 1922, misalnya, saat Benito Mussolini menjadi perdana menteri Italia. Ia dipilih secara sah dan juga dengan taktik jahatnya. Nah, 11 tahun kemudian pada 1933, Adolf Hitler menjadi kanselir Jerman melalui cara yang sah juga dan diatur secara hukum.
Baik Benito Mussolini maupun Adolf Hitler, mirip seperti pendapat Plato tentang pemimpin yang pada dasarnya korup, tapi bertekad ingin mengubah pemerintahan demokratis menjadi kendaraannya untuk mendominasi. Kedua laki-laki itu punya sejumlah kesamaan hingga menjalin kedekatan dengan satu sama lain.