Ilustrasi Peterloo Massacre 1819 menggambarkan kekerasan terhadap demonstran di St Peter’s Field, Manchester (commons.wikimedia.org/Richard Carlile)
Selain pusat industri dan inovasi, Manchester juga menjadi pusat pergerakan sosial dan politik. Dilansir laman The Guardian, kondisi kerja keras di pabrik abad ke-19 memicu lahirnya gerakan buruh dan hak sipil, termasuk Pembantaian Peterloo 1819, ketika kavaleri menyerang massa yang menuntut reformasi parlemen. Peristiwa ini memicu debat nasional soal kebebasan berpendapat dan hak berdemonstrasi, yang akhirnya membawa perubahan politik.
Tak hanya itu, menurut London Museum, Manchester juga menjadi markas gerakan hak pilih perempuan atau Suffragette, yang dipimpin Emmeline Pankhurst. Kelompoknya, Women’s Social and Political Union (WSPU), berdiri di kota ini dengan motto “deeds, not words,” menekankan aksi langsung ketimbang sekadar kata-kata. Perjuangan militan mereka, mulai dari demonstrasi hingga aksi sipil, berperan besar mendorong pemerintah Inggris memberikan hak pilih universal.
Manchester berkembang melalui rangkaian peristiwa sejarah, inovasi industri, dan kemajuan ilmu pengetahuan yang membentuk karakter kotanya hingga kini. Jejak tersebut masih terlihat dalam peran Manchester sebagai pusat penelitian, pendidikan, dan perkembangan perkotaan di Inggris.