Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret patung Ignaz Semmelweis
potret patung Ignaz Semmelweis (commons.wikimedia.org/Immanuel Giel)

Intinya sih...

  • Kejanggalan besar terjadi di bangsal persalinan

  • Ignaz Semmelweis menemukan petunjuk dari sebuah tragedi

  • Ia memperkenalkan larutan klorin sebagai solusi sederhana

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pada pertengahan abad ke-19, seorang dokter muda asal Hungaria bernama Ignaz Semmelweis bekerja di Rumah Sakit Umum Wina. Saat itu, rumah sakit bukanlah tempat penyembuhan yang aman bagi semua orang, terutama bagi para ibu yang baru melahirkan. Semmelweis resah melihat begitu banyak perempuan meninggal karena kondisi mengerikan yang disebut demam nifas atau childbed fever. Kematian ini terjadi begitu sering hingga menjadi sebuah epidemi menakutkan yang menghantui bangsal persalinan di seluruh Eropa.

Sebuah teka-teki besar mengganggu pikiran Semmelweis setiap hari di rumah sakit tersebut. Ada dua klinik bersalin yang berbeda: satu ditangani oleh para dokter dan mahasiswa kedokteran, sementara yang lain dikelola oleh para bidan. Anehnya, tingkat kematian di klinik dokter jauh lebih tinggi, bahkan bisa mencapai tiga kali lipat. Misteri inilah yang mendorong Semmelweis melakukan penyelidikan yang nantinya akan mengubah dunia kedokteran selamanya, meski harus dibayar dengan harga yang sangat mahal bagi dirinya.

1. Sebuah kejanggalan besar terjadi di bangsal persalinan

ilustrasi bayi (pexels.com/Rene Terp)

Bagi para ibu di Wina abad ke-19, melahirkan di Rumah Sakit Umum Wina adalah pertaruhan nasib. Di satu sisi, ada Klinik Bersalin Pertama yang dikelola para dokter dan mahasiswa. Celakanya, tempat ini lebih terasa seperti bangsal horor. Tingkat kematian ibu akibat demam nifas di sana bisa mencapai 18 persen, begitu tinggi hingga banyak perempuan lebih memilih melahirkan di jalanan.

Anehnya, nasib berbeda 180 derajat terjadi di klinik sebelahnya. Di Klinik Bersalin Kedua yang diurus para bidan, suasananya jauh lebih aman dengan angka kematian hanya sekitar 2 persen. Perbedaan drastis bak langit dan bumi ini menjadi obsesi Semmelweis. Ia harus tahu mengapa klinik yang diisi para ahli medis terpelajar justru jauh lebih mematikan.

2. Ignaz Semmelweis menemukan petunjuk dari sebuah tragedi

ilustrasi pemeriksaan medis (pexels.com/Anna Shvets)

Titik terang akhirnya muncul dari sebuah peristiwa tragis. Seorang teman dan kolega Semmelweis, Jakob Kolletschka, meninggal dunia setelah tangannya tidak sengaja tergores pisau bedah milik seorang mahasiswa saat melakukan autopsi. Gejala penyakit yang dialami Kolletschka sebelum meninggal ternyata sangat mirip dengan gejala demam nifas yang merenggut nyawa para ibu. Semmelweis pun langsung menyadari sebuah koneksi penting yang selama ini terlewatkan.

Ia menyimpulkan bahwa para dokter dan mahasiswa kedokteran membawa semacam "partikel mayat" dari ruang autopsi ke bangsal persalinan. Mereka sering kali memeriksa ibu hamil sesaat setelah membedah jenazah tanpa membersihkan tangan terlebih dahulu. Partikel tak kasat mata inilah yang masuk ke tubuh para ibu dan menyebabkan infeksi mematikan. Sementara itu, para bidan tidak pernah melakukan autopsi, sehingga tangan mereka jauh lebih bersih dan bangsal mereka lebih aman.

3. Ia memperkenalkan larutan klorin sebagai solusi sederhana

ilustrasi cuci tangan (pexels.com/Edward Jenner)

Berbekal hipotesis tersebut, Semmelweis tidak menunggu lama untuk bertindak. Pada tahun 1847, ia menerapkan sebuah aturan wajib yang radikal pada masanya. Semua dokter, perawat, dan mahasiswa kedokteran harus mencuci tangan mereka secara menyeluruh menggunakan larutan klorin sebelum memeriksa pasien, terutama ibu yang akan melahirkan. Larutan ini dipilih karena kemampuannya yang efektif menghilangkan bau busuk dari tangan setelah autopsi.

Hasilnya sungguh luar biasa dan terjadi seketika. Tingkat kematian di kliniknya anjlok drastis dari 18 persen menjadi di bawah 2 persen, menyamai tingkat keamanan di klinik bidan. Beberapa bulan kemudian, setelah ia juga memerintahkan pembersihan instrumen bedah, angkanya bahkan turun hingga menyentuh 1 persen. Bukti keberhasilan praktik cuci tangan ini begitu nyata dan tak terbantahkan, menyelamatkan puluhan nyawa ibu setiap bulannya.

4. Idenya justru ditolak mentah-mentah oleh komunitas medis

ilustrasi makalah penilitian (pexels.com/Tara Winstead)

Meskipun Semmelweis berhasil membuktikan temuannya dengan data statistik yang kuat, komunitas medis Wina menolaknya mentah-mentah. Pada masa itu, teori penyakit yang paling populer adalah teori "miasma", yang menyatakan bahwa penyakit menyebar melalui udara buruk. Gagasan bahwa seorang dokter terhormat bisa menjadi perantara penyakit dan kematian dianggap sebagai sebuah penghinaan besar. Mereka tidak bisa menerima bahwa tangan mereka sendiri adalah sumber malapetaka.

Sifat Semmelweis yang cenderung blak-blakan dan sering mengkritik koleganya secara terbuka juga tidak membantu. Alih-alih membujuk dengan sabar, ia justru menyerang mereka yang menolak idenya, menyebut mereka sebagai "pembunuh". Akibatnya, ia dikucilkan, kontrak kerjanya tidak diperpanjang, dan ia terpaksa kembali ke Hungaria. Penemuannya yang brilian diabaikan begitu saja oleh orang-orang yang seharusnya paling memahaminya.

5. Akhir hidupnya begitu tragis di sebuah rumah sakit jiwa

ilustrasi depresi (unsplash.com/tjump)

Penolakan terus-menerus selama bertahun-tahun membuat kondisi mental Ignaz Semmelweis memburuk. Ia menjadi semakin depresi, paranoid, dan sering menunjukkan kemarahan yang meledak-ledak. Puncaknya pada tahun 1865, ia dijebak oleh seorang rekannya untuk mengunjungi sebuah rumah sakit jiwa. Begitu tiba di sana, ia langsung ditangkap, dimasukkan ke dalam jaket pengekang, dan dikurung di sel yang gelap.

Hanya dua minggu setelah dikurung, Semmelweis meninggal dunia pada usia 47 tahun. Ironisnya, penyebab kematiannya adalah septikemia atau keracunan darah akibat luka yang terinfeksi di tangannya. Luka itu kemungkinan besar didapatnya dari perlawanan saat ia dikurung paksa oleh para penjaga. Dokter yang mendedikasikan hidupnya untuk melawan infeksi justru meninggal karena infeksi, sendirian dan dilupakan oleh dunia.

Beberapa tahun setelah kematiannya yang tragis, teori kuman dari Louis Pasteur akhirnya membuktikan kebenaran gagasan Semmelweis secara ilmiah. Kini, Ignaz Semmelweis dihormati sebagai "Bapak Pengendalian Infeksi" dan "Penyelamat Para Ibu". Kisahnya menjadi pengingat pedih bahwa sebuah ide revolusioner sering kali harus melewati jalan terjal penolakan sebelum akhirnya diterima sebagai kebenaran.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team