Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Machu Picchu (pexels.com/Laetitia Saad)

Intinya sih...

  • Piramida Mesir dibangun dengan presisi matematika dan astronomi, bertahan lebih dari 4.000 tahun tanpa renovasi.

  • Beton Romawi menggunakan abu vulkanik yang memperkuat struktur seiring waktu, masih berdiri kukuh di garis pantai Eropa hingga saat ini.

  • Arsitek Yunani menerapkan ilusi optik dalam Parthenon, memahami psikologi visual dan efek perspektif dalam arsitektur.

Bangunan kuno sering dipandang sebagai peninggalan masa lalu yang tak lagi relevan di era digital. Padahal, jika ditelusuri lebih dalam, banyak teknologi bangunan kuno justru masih jauh lebih unggul dibanding metode konstruksi modern saat ini. Beberapa teknik tradisional bahkan mampu bertahan ratusan hingga ribuan tahun tanpa kerusakan berarti, sementara gedung-gedung baru sering kali memerlukan renovasi hanya dalam hitungan dekade.

Teknologi kuno tak hanya mencerminkan kecerdasan insinyur masa lampau, tapi juga menunjukkan kemampuan manusia beradaptasi dengan kondisi alam, keterbatasan bahan, serta kebutuhan sosial pada zamannya. Banyak di antaranya masih belum bisa ditandingi, bahkan dengan teknologi modern. Berikut lima contoh nyata bagaimana teknologi bangunan kuno masih berhasil mengungguli arsitektur modern dari berbagai sudut pandang.

1. Bangsa Mesir membangun piramida dengan presisi matematika

Piramid (pexels.com/David McEachan)

Piramida Giza bukan hanya monumen megah, tapi juga hasil perhitungan geometris yang akurat hingga detik ini masih menimbulkan kekaguman. Batu-batu seberat puluhan ton disusun dengan presisi luar biasa tanpa bantuan mesin berat atau komputer, bahkan celah di antara batu nyaris tidak bisa dimasuki selembar kertas. Kesejajaran piramida dengan arah mata angin juga menunjukkan pemahaman astronomi yang mendalam.

Fakta bahwa struktur ini masih berdiri tegak setelah lebih dari 4.000 tahun membuktikan ketangguhan teknik konstruksi mereka. Sementara banyak bangunan modern harus direnovasi dalam beberapa dekade, Piramida tetap kokoh tanpa kerangka besi atau semen modern. Ini menandakan bahwa ketahanan struktural tidak hanya soal teknologi mutakhir, tapi juga pemahaman mendasar tentang berat, distribusi beban, dan desain jangka panjang.

2. Bangsa Romawi merancang sistem beton yang tahan berabad-abad

Colosseum (pexels.com/Davi Pimentel)

Beton Romawi kuno terbukti jauh lebih awet dibanding campuran beton modern yang mudah retak atau keropos karena paparan cuaca. Mereka menggunakan abu vulkanik yang bereaksi dengan air laut, membentuk struktur kimia baru yang justru memperkuat material seiring waktu. Hasilnya, pelabuhan-pelabuhan dan jembatan Romawi masih berdiri kukuh di garis pantai Eropa hingga saat ini.

Sementara banyak proyek infrastruktur masa kini mengandalkan campuran beton yang tahan hanya sekitar 50-100 tahun, teknologi kuno ini dirancang untuk bertahan jauh lebih lama. Bangsa Romawi tidak hanya berpikir soal fungsi jangka pendek, tetapi juga keberlanjutan dalam ratusan tahun mendatang. Ini menunjukkan bahwa ramah lingkungan dan ketahanan struktural bisa berjalan beriringan jika dirancang sejak awal.

3. Arsitek Yunani menggunakan ilusi optik untuk proporsi bangunan

Parthenon (pexels.com/Spencer Davis)

Bangunan seperti Parthenon di Athena bukan sekadar hasil desain indah, tapi juga penerapan prinsip matematika dan optik. Kolom-kolomnya dibuat sedikit melengkung ke dalam agar terlihat lurus dari kejauhan, sedangkan lantai dibuat cembung agar tampak datar oleh mata manusia. Ini membuktikan bahwa para arsitek Yunani memahami psikologi visual dan efek perspektif dalam arsitektur.

Teknologi ini tak banyak digunakan di era modern karena dianggap rumit dan mahal, meskipun hasilnya terbukti jauh lebih estetis dan proporsional. Alih-alih mengandalkan software atau rendering digital, mereka menghitung semua sudut dan garis secara manual. Pendekatan ini membentuk arsitektur yang bukan hanya kuat secara struktural, tapi juga menyenangkan secara visual bagi manusia yang mengamatinya.

4. Peradaban Andes menciptakan dinding anti gempa tanpa semen

Machu Picchu (pexels.com/logan primm)

Suku Inca membangun struktur bangunan yang mampu bertahan dari gempa besar tanpa retak, padahal tidak menggunakan perekat seperti semen. Batu-batu besar dipotong dan disusun dengan bentuk unik yang saling mengunci, memungkinkan bangunan bergerak mengikuti getaran tanpa runtuh. Teknik ini diterapkan di Machu Picchu dan berbagai situs suku Inca lainnya yang masih utuh hingga sekarang.

Dalam dunia modern, sistem tahan gempa membutuhkan teknologi tinggi, sambungan fleksibel, dan alat ukur canggih. Namun, teknik sederhana dari peradaban Andes justru menunjukkan bahwa pemahaman mendalam terhadap perilaku tanah dan beban bisa menghasilkan solusi yang tidak kalah efektif. Bahkan banyak insinyur saat ini belajar dari metode ini untuk pengembangan desain bangunan di wilayah rawan gempa.

5. Arsitektur Timur Tengah mengolah udara panas tanpa AC

Persepolis (pexels.com/Masih Shahbazi)

Masyarakat Persia kuno menciptakan sistem ventilasi alami seperti windcatcher (menara angin) untuk mengatur sirkulasi udara di dalam rumah di wilayah gurun yang kering dan panas. Udara panas diarahkan masuk melalui menara dan dialirkan ke ruang bawah tanah yang lebih sejuk, lalu didistribusikan ke seluruh ruangan. Teknik ini membuat suhu dalam ruangan tetap nyaman tanpa menggunakan energi listrik.

Arsitektur modern saat ini malah justru sangat bergantung pada pendingin udara yang menyedot energi besar dan menambah jejak karbon. Sementara itu, desain kuno dari kawasan Timur Tengah ini menggabungkan pengetahuan iklim lokal, material bangunan, dan pergerakan angin secara cerdas. Pendekatan ini membuktikan bahwa kenyamanan termal bisa dicapai tanpa teknologi canggih jika konsep dasarnya dipahami dan diterapkan secara menyeluruh.

Teknologi bangunan kuno bukan hanya bagian dari sejarah, melainkan bukti bahwa pemikiran mendalam dan pendekatan fungsional sering kali menghasilkan solusi yang bertahan jauh lebih lama dibanding teknologi masa kini. Di balik tiap batu dan struktur yang tersisa, tersimpan prinsip-prinsip desain yang layak dipelajari ulang di era modern ini. Tak heran jika banyak arsitek dan insinyur masa kini kembali menengok ke masa lalu untuk menjawab tantangan masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team