Salah satu tahapan untuk menentukan apakah seorang Nazi harus diadili atau tidak adalah tes IQ. Pada saat itu tim psikiater yang dipimpin oleh Kelley memakai Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS) yang diubah menjadi bahasa Jerman.
Perhitungannya adalah: skor 65 atau kurang diklasifikasikan sebagai "cacat," antara 80 dan 119 sebagai normal, dan 128 ke atas sebagai "sangat unggul" di mana hanya sekitar 2,2 persen populasi saat itu yang berhasil mencetak skor ini.
Beberapa pertanyaan diubah untuk menghilangkan segala jenis bias budaya, dan tes tersebut mengukur hal-hal seperti ingatan, aritmetika cepat, memilih objek atau detail yang dihapus dari gambar, dan kecepatan tangan.
Mengutip dari buku The Quest for the Nazi Personality, skor rata-rata untuk 21 Nazi yang diuji adalah 128 — seharusnya 22, tetapi Robert Ley bunuh diri sebelum tes dilakukan.
Skor tertinggi adalah 143, yang didapat oleh Hjalmar Schacht, dengan Hermann Göring, Arthur Seyss-Inquart, Karl Dönitz, Franz von Papen, Erich Raeder, Hans Frank, Hans Fritsche, dan Baldur von Schirach yang mendapat 130 atau lebih. Sedangkan Joachim von Ribbentrop, Wilhelm Keitel, dan Albert Speer masih termasuk dalam kategori "sangat unggul."
Reaksi para Nazi terhadap tes IQ ini sangat menarik. Banyak dari mereka yang benar-benar menantikan tes dan sebagian besar dari mereka senang dengan hasilnya. Bahkan orang-orang seperti Franz von Papen yang awalnya kesal mengakui kalau tes itu adalah salah satu momen yang menyenangkan dari penawanan mereka.
Mungkin yang paling aneh adalah reaksi Wilhelm Keitel (gambar di atas) terhadap tes. Dia sangat terkesan dengan tes itu, bahkan mengatakan kalau tes itu jauh lebih baik daripada "omong kosong" yang dilakukan psikolog Jerman. Belakangan, Kelley mengetahui kalau Keitel melarang semua tes IQ setelah putranya gagal selama tes untuk mengikuti pelatihan Nazi.