Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret owa kalimantan
potret owa kalimantan (Thomas Fuhrmann, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Janggut putih jadi ciri khasnya yang paling menonjol

  • Owa kalimantan adalah primata monogami

  • Mereka berkomunikasi lewat nyanyian merdu setiap pagi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di kedalaman hutan tropis Kalimantan yang lembap, terdengar nyanyian merdu yang memecah keheningan pagi. Itu bukan suara burung, melainkan panggilan khas dari owa kalimantan (Hylobates albibarbis), primata lincah yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di pucuk-pucuk pohon. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem hutan hujan basah, terutama hutan rawa gambut yang menjadi rumah favoritnya.

Sayangnya, melodi indah dari sang owa kini terancam sunyi. Populasi mereka terus menurun drastis dalam beberapa dekade terakhir, membawa spesies endemik ini ke ambang kepunahan. Ancaman deforestasi yang masif membuat ruang hidup mereka semakin sempit. Inilah kisah tentang primata istimewa yang berjuang untuk bertahan di tengah modernitas yang terus menggerus habitat alaminya.

1. Janggut putih jadi ciri khasnya yang paling menonjol

potret owa kalimantan muda (Wibowo Djatmiko (Wie146), CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Kalau kamu lihat primata ini, hal pertama yang mungkin menarik perhatian adalah "jenggot" putih tebal yang kontras dengan wajahnya yang hitam dan bulunya yang berwarna cokelat keabu-abuan. Ciri fisik inilah yang menjadi asal-usul nama ilmiahnya, albibarbis, yang berasal dari bahasa Latin "albus" (putih) dan "barba" (janggut). Sangat deskriptif, kan?

Meski sering disebut Owa Kelabu, nama owa kalimantan Janggut Putih lebih spesifik merujuk pada spesies ini. Dulunya, mereka sempat dianggap sebagai subspesies dari Owa Lincah (Hylobates agilis) yang ada di Sumatra, namun penelitian DNA modern berhasil membuktikan bahwa mereka adalah spesies yang berbeda dan unik. Jadi, jangan sampai tertukar, ya!

2. Owa kalimantan adalah primata monogami

potret owa kalimantan (Thomas Fuhrmann, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

Di dunia satwa, tak terlalu banyak yang menerapkan gaya hidup monogami. Namun, owa kalimantan adalah salah satu pengecualian. Mereka hidup dalam kelompok keluarga kecil yang biasanya terdiri dari satu pasangan jantan dan betina dewasa beserta satu hingga empat anak mereka yang belum mandiri. Ikatan pasangan ini sangat kuat dan bisa berlangsung seumur hidup.

Keluarga kecil ini sangat teritorial, mereka akan mempertahankan wilayahnya yang berkisar antara 30 hingga 47 hektare. Saat anak-anaknya beranjak dewasa, sekitar usia empat tahun atau lebih, mereka akan didorong oleh induk yang berjenis kelamin sama untuk meninggalkan kelompok dan memulai keluarga baru. Proses ini memastikan kelangsungan hidup spesies sambil menjaga keseimbangan sumber daya di wilayah mereka.

3. Mereka berkomunikasi lewat nyanyian merdu setiap pagi

potret owa kalimantan (Pirataber, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Salah satu hal paling magis dari owa kalimantan adalah "konser" pagi mereka. Setiap fajar menyingsing, pasangan owa akan menyanyikan duet merdu yang bisa terdengar hingga jarak dua kilometer. Vokal utama dalam duet ini adalah sang betina yang mengeluarkan "great call", yaitu serangkaian nada melengking yang kompleks, sementara sang jantan akan menimpali dengan "coda" atau jawaban singkat.

Nyanyian ini bukan sekadar unjuk kebolehan vokal. Menurut New England Primate Conservancy, panggilan duet ini memiliki fungsi ganda yang sangat penting. Pertama, sebagai cara untuk memperkuat ikatan antara pasangan. Kedua, sebagai deklarasi kepemilikan wilayah kepada kelompok owa lain di sekitarnya, semacam pesan "area ini sudah ada yang punya, ya!".

4. Gerakannya sangat lincah bak akrobat di pepohonan

potret owa kalimantan bergelayunan di atas pohon (By shankar s. from Dubai, united arab emirates - Bornean White Bearded Gibbon up in the trees, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Owa kalimantan adalah primata arboreal, artinya mereka menghabiskan hampir seluruh hidupnya di atas pohon dan sangat jarang turun ke tanah. Untuk berpindah dari satu dahan ke dahan lain, mereka menggunakan teknik gerakan yang disebut brachiation. Ini adalah gaya berayun dengan lengan yang sangat panjang dan kuat, membuat mereka terlihat seperti akrobat profesional di udara.

Dengan lengan yang 1,5 kali lebih panjang dari kakinya, mereka mampu melompat antar pohon dengan jarak lebih dari 10 meter dalam sekali ayunan. Kecepatannya pun luar biasa, bisa mencapai 55 km/jam. Kemampuan inilah yang membuat mereka sangat efisien dalam menjelajahi kanopi hutan untuk mencari makanan sekaligus menghindari predator seperti macan dahan, elang, dan ular sanca.

5. Pola makannya membantu menjaga kesehatan hutan

potret owa kalimantan (Wibowo Djatmiko (Wie146), CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Sebagai primata frugivora, makanan utama owa kalimantan adalah buah-buahan yang matang dan kaya gula, terutama buah ara yang menyumbang sekitar 25% dari total menu mereka. Namun, saat buah sulit ditemukan, mereka tidak segan menyantap daun muda, bunga, atau serangga sebagai makanan alternatif. Gigi taring mereka yang panjang sangat berguna untuk menembus kulit buah yang tebal.

Peran mereka di alam lebih dari sekadar pemakan buah. Dilansir New England Primate Conservancy, owa kalimantan adalah penyebar biji yang sangat efektif. Setelah memakan buah, bijinya akan dikeluarkan bersama kotoran di lokasi yang jauh dari pohon induk. Proses ini membantu regenerasi hutan secara alami dan menjaga keanekaragaman hayati tumbuhan. Jadi, kesehatan populasi owa berbanding lurus dengan kesehatan hutan itu sendiri.

6. Statusnya kini terancam punah akibat ulah manusia

ilustrasi deforestasi (pexels.com/Timothy Jordan)

Ini adalah fakta paling menyedihkan. International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikan owa kalimantan sebagai spesies Terancam Punah (Endangered). Populasinya diperkirakan telah berkurang lebih dari 50% hanya dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, dan tren ini diprediksi akan terus berlanjut.

Ancaman terbesar datang dari hilangnya habitat. Dilansir dari Palm Oil Detectives, deforestasi besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit, penebangan liar, aktivitas pertambangan, dan kebakaran hutan menjadi penyebab utamanya. Hutan Kalimantan yang menjadi rumah mereka hilang dengan laju 1% setiap tahunnya antara 1973 hingga 2017. Selain itu, perburuan liar untuk perdagangan hewan peliharaan ilegal juga turut memperparah kondisi mereka.

Keberadaan owa kalimantan adalah cerminan dari kondisi hutan kita. Suara nyanyian mereka yang semakin lirih adalah pengingat bagi kita semua bahwa ada kehidupan berharga yang bergantung pada kelestarian alam. Melindungi mereka berarti melindungi seluruh ekosistem hutan Borneo untuk generasi yang akan datang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team