Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
alchetron.com

Akhir-akhir ini tuntutan untuk mencabut Nobel Perdamaian 1991 kepada Suu Kyi menyeruak. Namun Gunnar Stalsett, bekas politikus Norwegia yang menjadi panitia Nobel pada 1991 menyatakan bahwa penghargaan tersebut tidak bisa dicabut. Sehingga sekeras apapun protes yang dilayangkan, Nobel Perdamaian bagi Suu Kyi tak akan pernah bisa dicabut.

"Prinsip yang kami (panitia Nobel) ikuti bukan keputusan untuk menahbiskan seorang santo (orang suci). Ketika keputusan sudah ditetapkan dan penghargaan telah diberikan, itulah akhir tanggung jawab panitia,” ucap Stalsett seperti yang dikutip dari New York Times (4/9). 

Suu Kyi bisa saja mendengarkan suara para pemrotes dan mengembalikan penghargaannya ke panitia. Namun itu juga tidak mudah. Sebab ia harus mengembalikan hadiah uang yang besarnya saat ini kira-kira mencapai hampir Rp20 miliar.

Sepanjang sejarah, memang belum ada peraih Nobel yang mengembalikan hadiah. Tapi di masa lalu ada beberapa orang yang menolak penghargaan itu, baik karena keinginannya sendiri maupun dihalangi oleh pemerintah. Buku 100 Years with Nobel Laureates terbitan Encyclopedia Britannica memuat kisah enam orang yang menolak hadiah Nobel itu. Dikutip dari Insider Monkey berikut enam orang tersebut.

Richard Kuhn.

en.wikipedia.org

Di usia 21 tahun Kuhn sudah berhasil mendapat gelar PhD. Bahkan dia menjadi profesor lima tahun kemudian. Berkat kejeniusan dan kerja kerasnya meneliti carotenoid dan vitamin, dia berhasil menemukan struktur kimia vitamin A, B2, B6 dan yang terpenting, sanggup mensintesiskan ketiganya. Sehingga Kuhn dianugerahi hadiah Nobel dalam bidang Kimia di tahun 1938. Namun rezim fasis NAZI memaksanya menolak penghargaan tersebut.

Meski bukan anggota partai Nazi, dia diketahui menganut ideologi anti-Semit Hitler. Bahkan dia pernah memecat semua karyawannya yang menganut Yahudi di lembaga riset yang Kuhn kepalai.

Adolf Butenandt.

Topics

Editorial Team

Tonton lebih seru di