Kebanyakan sejarawan Byzantium setuju kalau warisan terbesar dan paling abadi dari kekaisaran ini adalah kelahiran Kristen Ortodoks Yunani. Perlu diketahui kalau Gereja Ortodoks Timur sendiri muncul sebagai cabang Kekristenan yang berbeda setelah peristiwa "Skisma Besar" di abad ke-11.
Pemisahan itu tidak mendadak, karena selama berabad-abad sudah ada perbedaan agama, budaya, dan politik yang signifikan di antara gereja-gereja Timur dan Barat. Banyak sejarawan modern meyakini kalau agama adalah alasan utama mengapa budaya Romawi kehilangan semua pengaruhnya terhadap Kekaisaran Byzantium.
Ada perbedaan teologis utama antara Katolik Roma dan Kristen Ortodoks Yunani, khususnya pada bagian-bagian seperti penggunaan gambar, sifat Roh Kudus, dan peran (dan identitas) Paus.
Secara budaya, Timur Yunani memang cenderung lebih filosofis, abstrak, dan mistis dalam pemikirannya, sedangkan Barat Latin cenderung ke arah pendekatan yang lebih pragmatis dan berpikiran hukum.
Dilansir Christian History Institute, semua faktor ini akhirnya memuncak pada tahun 1054 M, ketika Paus Leo IX mengucilkan Patriark Ekumenis Konstantinopel (Uskup Agung Konstantinopel), Michael Cerularius, yang tidak lain adalah pemimpin Gereja Ortodoks Yunani.
Sebagai tanggapan, Patriark Michael mengutuk ekskomunikasi ini, dan hampir seribu tahun setelahnya perpecahan dalam gereja Kristen masih belum disembuhkan sampai hari ini.
Sampai hari ini, banyak sejarawan yang sepakat pada satu fakta, bahwa tanpa adanya Byzantium untuk melindunginya, Eropa akan dan pasti berhasil ditaklukkan oleh Islam. Sayangnya, sejarah Byzantium harus berakhir pada tahun 1453 ketika Sultan Mehmed II berhasil meruntuhkan tembok Konstantinopel.