ilustrasi mengganti popok (Pexels/Helena Lopes)
Pertanyaan ini sama seperti:
"Apa rasa takut itu bisa disembuhkan?"
Tentu saja bisa. Namun pertanyaan sebenarnya adalah:
"Apakah rasa jijik itu perlu disembuhkan?"
Seperti yang dikatakan pada poin sebelumnya, rasa jijik adalah benteng pertahanan terdepan tubuhmu saat menghadapi hal-hal yang bisa membawa penyakit seperti bangkai, mayat, atau dahak atau ingus flu. Itu sangat normal dan malah dibutuhkan.
Namun, jika kamu bersikukuh menanyakannya, ya, jawabannya adalah "Bisa". Sebagai contoh, jika kamu adalah seseorang yang takut pada mayat awalnya, lalu kamu mendaftar ke sekolah kedokteran, kamu sudah pasti harus menghadapi mayat hari ganti hari. Jika kamu sudah terbiasa bekerja dengan mayat, rasa jijik itu lama kelamaan pudar.
Contoh lain adalah orang tua yang baru memiliki momongan. Pada saat pertama, ia akan merasa jijik dengan popok yang ternoda oleh tinja sang bayi. Itu bulan pertama. Jika sudah 12 bulan? 14 bulan? Si orang tua sudah merasa terbiasa.
Namun, apakah hal itu akan membuat mereka tidak merasa jijik pada tinja anak lain? Tentu saja, tetap merasa jijik.
Nah, itulah serba-serbi perasaan jijik pada manusia. Jika kamu tidak ingin merasa jijik, bercerminlah pada penderita penyakit Huntington. Bukan hanya jijik, perasaan mereka yang lain juga dirampas. Dengan kata lain, berterimakasihlah pada rasa jijik, karena selama ini, dialah malaikat pelindungmu yang tak bersayap dan berupa.