Evolusi tidak bisa dipahami secara dangkal sebagai sebuah perubahan radikal antara spesies A dengan spesies B. Namun sebaliknya, evolusi justru menjelaskan secara detail bagaimana spesies A bisa menjadi spesies B di alam liar. Ada banyak faktor yang memengaruhi bagaimana evolusi organisme biologis dapat terjadi di alam.
Nah, pertanyaannya, mengapa organisme lainnya tidak bisa menjadi organisme yang cerdas dan maju seperti manusia purba? Bukankah mereka sama-sama mengalami evolusi di alam liar? Sains punya jawabannya berupa prinsip atau model Hardy-Weinberg. Teori tersebut menyatakan bahwa evolusi juga memiliki batasan dan sifatnya bisa saja konstan jika memang populasi tidak memerlukan adaptasi ketat.
Jurnal sains berjudul Mechanisms of Evolution yang diterbitkan oleh Khan Academy menjelaskan prinsip Hardy-Weinberg sebagai prinsip keseimbangan dalam evolusi itu sendiri. Jadi, dalam evolusi pun, ada batasan-batasan yang akan membatasi seluruh organisme dalam bertahan hidup di alam.
Jika sebuah populasi tidak membutuhkan adaptasi ekstrem, dalam rentang waktu tertentu populasi tersebut tidak perlu berevolusi secara radikal sampai memunculkan subspesies baru. Hal ini juga berlaku bagi spesies primata yang tersebar di benua Afrika pada saat zaman purba.
Pada awalnya, spesies manusia purba terbentuk pada rentang jutaan tahun. Spesiasi ini bisa ada karena memang kondisi alam yang menuntut nenek moyang primata purba harus melakukan adaptasi ketat dan dalam rentang jutaan tahun memunculkan spesies yang cukup berbeda, yakni primata yang berjalan tegak dengan kedua kakinya.
Dengan kata lain, teori Hardy-Weinberg memang sangat berpengaruh pada perkembangan evolusi. Jika organisme berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg, ia tidak perlu berevolusi secara radikal, termasuk pada spesies primata macam kera, gorila, atau monyet.
Nah, manusia purba berada di luar keseimbangan Hardy-Weinberg tersebut sehingga membuat mereka terus beradaptasi secara ekstrem dan mengakibatkan evolusi yang cukup radikal dalam rentang waktu yang lama.