Selain itu, para peneliti kemudian mencatat bahwa suhu Kutub Selatan di Periode Kapur kemungkinan besar sehangat Selandia Baru dan lebih hangat dari Jerman masa kini.
Hal tersebut didasarkan dari temuan para ilmuwan saat meneliti inti sedimen sepanjang 30 meter yang ditemukan dari pengeboran ke dasar laut dekat Pine Island dan gletser Thwaites, Antarktika Barat.
Rupanya, satu bagian dari inti sedimen tersebut menarik perhatian para peneliti karena warnanya yang tidak biasa.
"Kami sering melihat inti sedimen dari Antarktika. Tetapi, untuk yang ini? Kami baru melihatnya pertama kali," sebut kepala penelitian, Johann Klages dari Alfred Wegener Institute di Jerman.
Setelah dipindai dengan tomografi terkomputasi dan sinar X, para peneliti menemukan jaringan padat akar fosil yang tetap lestari, sampai-sampai mereka dapat melihat struktur sel individu, termasuk jejak serbuk sari dan spora dari tanaman yang tak terhitung jumlahnya.
Temuan tersebut menunjukkan suhu rata-rata tahunan di wilayah Kutub Selatan pada waktu itu adalah di kisaran 12° C, sedikit menutup kemungkinan adanya tudung es di Kutub Selatan pada saat itu.
Suhu rata-rata tersebut bahkan dua derajat lebih tinggi dibandingkan Jerman masa kini.
Saat musim panas, suhu rata-rata saat itu dapat mencapai hingga 19° C, sementara suhu di air dan sungai dapat mencapai 20° C. Curah hujannya pun dapat disandingkan dengan negara Wales masa kini.
Pertengahan Period Kapur memiliki temperatur udara terhangat dalam rentang 140 juta tahun. Di iklim tropis, suhu bisa mencapai 35° C dengan ketinggian air laut 170 m lebih tinggi dari laut masa kini.