Riset yang dipublikasikan pada 25 April 2018 lalu di Royal Society Open Science ini menggunakan computerized tomography scanner untuk membandingkan tingkat kepadatan dan kekuatan antara belati dari tulang kaki burung kasuari dan belati dari tulang paha manusia. Hasilnya, belati dari tulang manusia dua kali lebih kuat dibandingkan belati dari tulang kasuari.
Oleh sebab itu, wajar jika belati yang dikhususkan untuk bertarung jarak dekat ini mendapat perlakuan istimewa dari para petarung jaman purba di Papua Nugini. Salah satunya, belati selalu melekat ditubuh para petarung layaknya asesoris agar belati mudah dijangkau saat terjadi pertarungan.
Proses pembuatannya pun dilakukan secara khusus. Berbeda dengan belati dari tulang kasuari yang cenderung polos, belati dari tulang manusia akan dipenuhi oleh hiasan berupa ukiran pada kedua sisinya, seperti dilansir livescience.com.
Kini, belati kuno tersebut disimpan di the Hood Museum of Art di Dartmouth College, New Hampshire-Amerika Serikat.