ilustrasi bakteri (pexels.com/Marek Piwnicki)
Seperti dijelaskan sebelumnya, STSS terjadi ketika bakteri Streptococcus yang mencapai aliran darah dan menginfeksi jaringan tubuh. Dalam prosesnya, bakteri menghasilkan racun yang dapat memicu respons hiperinflamasi.
Akibatnya, tubuh mengalami syok, nekrosis jaringan cepat, hingga rasa sakit yang luar biasa. Gejala awalnya meliputi nyeri otot, mual atau muntah, demam dan menggigil yang bisa bertambah parah 24—48 jam.
Jika tidak segera mendapat perawatan, gejala akibat infeksi bakteri pemakan daging bisa menjadi lebih parah. Individu yang terinfeksi dapat mengalami tekanan darah rendah, napas cepat atau takipnea, takikardia atau detak jantung cepat, hingga akhirnya kegagalan organ.
Apa itu bakteri pemakan daging di Jepang menjadi perhatian publik dengan bahaya dan kecepatan penularannya. Fenomena medis ini tidak hanya terjadi di Jepang, beberapa negara Eropa juga melaporkan hal serupa.
Referensi:
"Japan is dealing with a 'flesh-eating bacteria' outbreak. Here's what we know about STSS and how to avoid infection". ABC News. Diakses Juni 2024
"Flesh eating bacteria spread in Japan: All about the infection that can kill in 48 hours". Healthshots. Diakses Juni 2024
"About Streptococcal Toxic Shock Syndrome". Centers of Disease Control and Prevention. Diakses Juni 2024
"What is streptococcal toxic shock syndrome?". The University of Sydney. Diakses Juni 2024
Nelson, George E., Tracy Pondo, Karrie-Ann Toews, Monica M. Farley, Mary Lou Lindegren, Ruth Lynfield, Deborah Aragon, et al. 2016. “Epidemiology of Invasive Group A streptococcal infections in the United States, 2005–2012.” Clinical Infectious Diseases/Clinical Infectious Diseases (Online. University of Chicago. Press) 63 (4) : 478–86. https://doi.org/10.1093/cid/ciw248.