Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Astronot
ilustrasi astronot (wikimedia.org/NASA)

Intinya sih...

  • Perjalanan makanan luar angkasa dimulai dari eksperimen yang sederhana, bahkan bisa dibilang kurang memuaskan, pada era awal eksplorasi.

  • Proses pengolahan makanan untuk luar angkasa adalah perpaduan sains dan rekayasa yang ketat demi memastikan keamanan dan daya tahan yang maksimal.

  • Lingkungan gravitasi nol (zero-g) menciptakan tantangan unik terhadap fisiologi tubuh manusia, yang secara langsung memengaruhi kebutuhan gizi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kehidupan di luar angkasa seringkali digambarkan sebagai petualangan heroik, tapi di balik itu, ada tantangan sehari-hari yang sangat fundamental, yaitu makan dan minum. Bukan hanya soal kenyang, makanan bagi astronot adalah kunci kelangsungan misi, menjaga kesehatan tulang, dan mempertahankan semangat kru yang terisolasi jauh dari Bumi.

Sejak misi luar angkasa pertama, para ilmuwan telah bekerja keras untuk menciptakan sistem pangan yang tidak hanya bergizi, tetapi juga aman, ringan, dan psikologisnya memuaskan. Makanan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) hari ini adalah hasil evolusi teknologi pangan yang menakjubkan dan penuh perhitungan ilmiah yang detail. Yuk, cari tahu lebih lanjut bagaimana makanan disiapkan, disantap, dan tantangan apa yang dihadapi para penjelajah kosmik ini!

1. Sejarah dan evolusi “Menu Makanan Luar Angkasa”

ilustrasi makanan luar angkasa (wikimedia.org/Benutzer)

Perjalanan makanan luar angkasa dimulai dari eksperimen yang sederhana, bahkan bisa dibilang kurang memuaskan, pada era awal eksplorasi. Melansir National Air and Space Museum, pada misi-misi pertama seperti Merkurius dan Gemini di tahun 1960-an, makanan astronot dikemas dalam bentuk pasta yang disajikan dari tabung aluminium, mirip seperti pasta gigi, atau kubus padat berukuran sekali suap yang dilapisi agar tidak menghasilkan remah.

Seiring waktu, terutama saat program Apollo dan pembangunan stasiun ruang angkasa Skylab, para ilmuwan menyadari bahwa makanan yang hambar dan sulit disantap sangat memengaruhi moral dan kesehatan kru. Titik balik besar terjadi dengan operasional Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Saat itu makanan bertransformasi menjadi menu yang jauh lebih beragam, seperti thermostabilized (mirip makanan kaleng, tetapi dalam kemasan fleksibel) dan teknologi dehidrasi beku (freeze-drying) yang memungkinkan hidangan seperti kari ayam atau shrimp cocktail bisa dinikmati dengan hanya menambahkan air.

2. Proses dan teknologi persiapan makanan luar angkasa

ilustrasi makanan luar angkasa (wikimedia.org/Stolbovsky)

Proses pengolahan makanan untuk luar angkasa adalah perpaduan sains dan rekayasa yang ketat demi memastikan keamanan dan daya tahan yang maksimal. Dilansir laman JAXA, teknologi utama yang digunakan adalah dehidrasi beku (freeze-drying), di mana makanan beku diletakkan dalam ruang vakum sehingga air di dalamnya berubah langsung dari es menjadi uap (sublimasi), yang hasilnya adalah makanan yang sangat ringan dan dapat bertahan hingga beberapa tahun tanpa kehilangan nilai gizi.

Metode lain yaitu thermostabilized, mirip dengan pengalengan biasa, digunakan untuk hidangan dengan kelembapan tinggi seperti sup atau hidangan utama yang siap disantap setelah dipanaskan. Hal yang paling krusial adalah makanan harus dijamin bebas remah (crumb-free), dimana sepotong kecil remah roti yang melayang dapat mencemari udara, merusak filter, atau bahkan terhirup oleh astronot, sehingga semua roti atau biskuit harus dalam bentuk padat, seperti tortila. Selain itu, setiap porsi makanan harus memiliki kode batang yang dipindai sebelum dimakan, memastikan NASA dapat melacak asupan nutrisi setiap astronot secara akurat.

3. Tantangan gizi dan fisiologis di lingkungan gravitasi nol

ilustrasi makanan luar angkasa (wikimedia.org/NASA)

Lingkungan gravitasi nol (zero-g) menciptakan tantangan unik terhadap fisiologi tubuh manusia, yang secara langsung memengaruhi kebutuhan gizi astronot. Melansir laman Space, salah satu efek paling umum adalah pergeseran cairan ke kepala dan dada, yang menyerupai sensasi pilek kronis, dan pada gilirannya menyebabkan indera pengecap dan penciuman para astronot berkurang drastis sehingga makanan terasa hambar. Akibatnya, mereka cenderung menyukai makanan yang pedas, asam, atau sangat beraroma, seperti shrimp cocktail pedas yang dikenal sebagai menu favorit di ISS.

Tantangan yang lebih serius adalah ancaman keropos tulang (bone density loss), karena tanpa gravitasi yang menekan, tulang dapat kehilangan mineral kalsium dengan cepat, sehingga makanan luar angkasa harus difortifikasi dengan vitamin D dan kalsium ekstra. Oleh karena itu, diet para astronot harus diatur sedemikian rupa untuk meminimalkan risiko kesehatan ini sambil tetap memberikan energi dan protein yang cukup untuk mendukung aktivitas fisik yang berat di stasiun.

4. Etiket dan cara makan di gravitasi nol

ilustrasi makanan luar angkasa (wikimedia.org/NASA)

Makan di ISS adalah pengalaman yang sangat berbeda, melibatkan serangkaian etiket dan teknik yang disesuaikan dengan lingkungan gravitasi nol. Dilansir laman NASA, makanan biasanya dikemas dalam wadah fleksibel yang bisa diletakkan di nampan atau meja makan dengan bantuan perekat Velcro untuk mencegahnya melayang. Air dan minuman tidak bisa disajikan dalam gelas terbuka, sebaliknya, cairan disajikan dalam kantong tertutup dengan sedotan khusus agar astronot dapat memeras isinya langsung ke mulut mereka tanpa menciptakan gelembung air yang melayang-layang.

Bahkan bumbu dapur pun harus dimodifikasi dimana garam dan merica bubuk tidak dapat digunakan karena risiko mencemari udara, sehingga NASA menyediakannya dalam bentuk cair yang dapat disemprotkan ke makanan. Momen makan sering kali menjadi waktu sosial yang penting bagi kru, mereka berkumpul di galley (dapur) untuk makan bersama, yang tidak hanya mengisi perut, tetapi juga berfungsi sebagai alat vital untuk menjaga moral dan kohesi tim yang jauh dari rumah.

5. Makanan untuk misi jangka panjang

ilustrasi makanan di luar angkasa (wikimedia.org/ESA)

Menghadapi misi di masa depan, seperti perjalanan berbulan-bulan menuju Mars, tantangan makanan menjadi berkali-kali lipat lebih besar. Makanan yang dibawa harus mampu bertahan selama tiga hingga lima tahun tanpa kehilangan nutrisi, yang memerlukan inovasi pengemasan dan pengawetan yang lebih canggih dari yang digunakan saat ini.

Melansir laman NASA, Solusi paling realistis adalah beralih ke konsep budidaya di luar angkasa (space farming), dimana NASA dan lembaga antariksa lainnya sedang mengembangkan sistem seperti Veggie di ISS untuk menanam tanaman, seperti selada dan kangkung, di lingkungan tertutup. Menanam tanaman tidak hanya memberikan makanan segar yang penting untuk nutrisi dan moral, tetapi juga membantu dalam daur ulang udara. Ke depannya, para ilmuwan juga bereksperimen dengan pencetakan makanan 3D, di mana hidangan dapat dicetak sesuai permintaan dari kartrid bahan baku bubuk, yang akan sangat mengurangi kebutuhan untuk membawa persediaan makanan siap saji yang masif dari Bumi.

Dari evolusi tabung pasta yang tidak menyenangkan hingga prospek sayuran segar yang ditanam di Mars, makanan telah menjadi bagian integral dari rekayasa misi dan kesejahteraan astronot. Setiap suapan yang mereka konsumsi adalah hasil perhitungan yang cermat untuk melawan efek zero-gravity, mulai dari pengeroposan tulang hingga perubahan indra perasa. Penemuan dalam teknologi freeze-drying dan space farming bahkan berpotensi besar untuk diterapkan kembali di Bumi, dan membantu mengatasi isu pangan global.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team