Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi yang menggambarkan lontaran massa korona, atau CME (dok. nasa.gov)

Pada tanggal 1 dan 2 September 1859, aurora yang merupakan fenomena garis lintang kutub, bisa dilihat di hampir seluruh dunia. Kompas mengalami kegagalan, dan jaringan telegraf di seluruh belahan bumi utara mengalami korsleting. 

Saat ini, fenomena alam itu dikenal sebagai Peristiwa Carrington dan menjadi salah satu badai matahari terbesar. Bahayanya lagi, Matahari bisa menciptakan solar flare atau coronal mass ejection (CME) yang dapat menghantam Bumi dan teknologi kita. Bagaimana sebenarnya hal ini bisa terjadi dan apa saja dampaknya bagi Bumi

1. Matahari adalah bintang terdekat dengan Bumi

Ilustrasi seorang perempuan sedang melihat matahari terbenam. (unsplash.com/Sara Kurfeß)

Matahari menyusun sekitar 99,8 persen dari semua materi di tata surya kita, dan mengubah empat juta ton materi itu menjadi energi setiap detiknya. Energi tersebut dilepaskan sekitar 276 watt energi per meter persegi. Matahari juga memiliki 'cuaca', dan Peristiwa Carrington terikat erat dengannya. Setiap 11 tahun sekali aktivitas Matahari meningkat, diikuti oleh penurunan. 

Dikutip laman Space.com, maksimum Matahari ditandai dengan meningkatnya kemunculan bintik Matahari. Bercak-bercak hitam ini menciptakan penonjolan, lengkungan plasma yang menghubungkan bintik matahari individu, hingga semburan matahari dan lontaran massa korona (CME). Puncak maksimum matahari berikutnya terjadi pada tahun 2024.

2. Lontaran massa korona sebabkan Peristiwa Carrington

Editorial Team

Tonton lebih seru di