Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
express.co.uk

Perkiraan jumlah korban selama Perang Dunia II sangat bervariasi, tetapi National WWII Museum mengatakan bahwa perang tersebut merenggut sekitar 15.000.000 tentara dan lebih dari 45.000.000 warga sipil (meskipun beberapa perkiraan menyebutkan jumlah kematian warga sipil di China saja lebih dari 50.000.000 orang). Tapi tidak semua tentang perang itu buruk. Perang Dunia II juga merupakan masa kemajuan, baik secara teknologi maupun sosial.

Sebelum tahun 1940-an, wanita hanya menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah tangga, terdegradasi berdasarkan gender bahwa seorang wanita hanya harus menjadi istri dan ibu. Namun selama Perang Dunia II, banyak peluang baru terbuka bagi perempuan. Inilah bagaimana rasanya menjadi wanita di masa perang, sekitar tahun 1944.

1. Banyak wanita menikah muda sebelum suami mereka dikirim untuk berperang

qz.com

Sebagian besar tentara muda yang bertempur selama Perang Dunia II tidak bergabung secara sukarela, tetapi mereka "dipanggil". Hal ini juga menjadi kekhawatiran bagi wanita muda - mereka takut jika kekasih mereka akan diminta untuk ikut berperang. Menurut National WWII Museum, selama masa perang, banyak pasangan muda yang memutuskan untuk menikah lebih cepat. Pernikahan tergesa-gesa itu dimaksudkan untuk memperkuat hubungan mereka. 

Pada tahun 1942, ada 1,8 juta pernikahan - yang meningkat sebanyak 83 persen dari dekade sebelumnya. Lebih dari dua pertiga pernikahan ini terjadi antara seorang wanita dan pria yang baru mendaftar perang. Seorang rektor bahkan menulis sebuah buklet berjudul "Pernikahan Adalah Bisnis yang Serius."

2. Perang Dunia II menciptakan hak kebebasan wanita

Editorial Team

Tonton lebih seru di