Inilah 5 Cara Uji Terbang di Masa Lalu, Beberapa Berakhir Tragis!

Sebelum diproduksi dalam jumlah massal, pesawat terbang wajib mengantongi sertifikat lulus uji yang diterbitkan oleh otoritas penerbangan. Pengujian tersebut dilakukan pada pesawat terbang yang masih berbentuk prototipe atau purwarupa.
Walau masih berbentuk purwarupa, namun benda uji tersebut tentunya tidak dibikin asal-asalan. Purwarupa harus melalui serangkaian analisis bahkan uji darat terlebih dahulu sebelum uji terbang.
Dilansir Thepointsguy, sebelum mengudara untuk pertama kali, sebuah pesawat harus menjalani uji beban. Misalnya dengan memasukkan udara bertekanan tinggi ke dalam kabin pesawat atau menekuk sayap berulang-ulang sebanyak ribuan kali.
Aturan ketat ini memang dimaklumatkan oleh ICAO (Internasional Civil Aviation Organization), organisasi di bawah naungan PBB yang mengatur keselamatan penerbangan sipil sedunia. Aturan ini kemudian diratifikasi oleh otoritas penerbangan di masing-masing negara produsen seperti FAA di Amerika dan EASA di Eropa.
Walau demikian, aturan ini tentunya belum ada di masa-masa awal pembuatan pesawat, sebab ICAO sendiri baru terbentuk menjelang akhir Perang Dunia II. Maka alih-alih membangun purwarupa atau melakukan tes darat. Bahkan sampai abad ke-19 M, umumnya pembuat pesawat langsung menguji terbang pesawatnya sendiri. Akibatnya banyak yang mengalami cedera serius bahkan tewas.
Bagaimana tidak? Coba kita lihat bagaimana cara mereka melakukan percobaan terbang.
1. Lompat dari menara
Demi meniru burung yang terbang dari pohon, para penerbang kuno menguji sayap buatan mereka dengan melompat dari tempat-tempat tinggi. Salah satunya dari menara.
Dalam Jurnal Advances in Natural and Applied Sciences, disebutkan beberapa penerjun menara antara lain, Abbas Ibnu Firnas (abad IX M) serta Ismail Jauhari dan Eilmer (abad XI M). Penerbangan mereka berakhir fatal. Setelah terjun dari menara setinggi puluhan meter, Ibnu Firnas cedera tulang punggung, Eilmer patah kaki dan Jauhari tewas.