salah satu tarian yang dipertunjukkan pada festival Meti Kei (bali.antaranews.com/FB Anggoro/nym)
Sejak dahulu kala, masyarakat Kei telah mengenal sebuah fenomena alam yang menarik bernama "Meti Kei." yang diadakan antara bulan Oktober atau November. Meti Kei adalah keadaan surutnya air laut yang sedemikian ekstrem. Surutnya air laut saat meti kei tidak hanya terjadi pada bibir pantai, melainkan panjang surut air lautnya bisa sampai ratusan meter yang memperlihatkan lautan bagaikan lapangan yang luas.
Ketika sedang surut, masyarakat memanfaatkan momen tersebut untuk menangkap ikan dengan tangan sendiri. Masyarakat pesisir pantai untuk mengumpulkan ikan yang terjebak di sela-sela karang, ataupun mengumpulkan kerang dan siput laut yang bisa dimasak sebagai makanan.
Pada tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara di bawah pemerintahan Bupati Ir. Anderias Rentanubun, mencanangkan sebuah festival budaya yang bernama "Festival Meti Kei" yang diadakan bertepatan dengan terjadinya fenomena alam meti kei tersebut.
Sebagaimana dilansir dari dispar.malukutenggarakab.go.id, adapun rangkaian kegiatan yang diselenggarakan dalam festival ini adalah: Talskhow Harmoni Pesona, Lomba Fustal Extreme, Lomba Layangan Hias, Lomba Dayung Sampan, Tarik Tali, Karnaval Budaya yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dengan beragam budaya dan suku yang menetap di Kabupatan Maluku Tenggara.
Lari 10K dalam Kabupaten Maluku Tenggara juga menyemarakkan acara ini. Puncak festival diadakan setiap tanggal 28 Oktober yang dilakukan bersamaan dengan event Tour De Mollucas.
Festival tahunan itu berhasil menyedot banyak turis lokal dan mancanegara. Bahkan pada tahun 2021, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Sandiaga Uno menghadiri festival tersebut.