Setelah ikrar dan sambutan usai dibacakan, kini giliran arahan dari kepala BNPB, Doni Monardo. Doni menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi bencana tertinggi di dunia. Selama 20 tahun terakhir, bencana di Indonesia menelan lebih dari 180 ribu jiwa.
"Korban jiwa terbesar adalah ketika tsunami Aceh di tahun 2004 silam," ungkap Doni.
Berdasarkan catatan sejarah, tsunami di Indonesia menimbulkan banyak korban jiwa. Peristiwa tsunami telah terjadi di seluruh penjuru negeri, mulai dari Aceh, Nias, Mentawai, Enggano (Bengkulu), Lampung (Selat Sunda), Pandeglang, Pangandaran, Kulon Progo, Banyuwangi sampai tsunami di Palu dan Donggala yang terjadi pada 2018 silam.
"Di selatan Pandeglang, ditemukan lapisan karang dari laut yang pindah ke bibir pantai. Padahal, beratnya lebih dari 1.000 ton. Bisa dibayangkan, betapa kuatnya gelombang tsunami hingga bisa menyeret benda berat dengan jarak ratusan meter," tutur Doni.
Bukan hanya itu, kecepatan gelombang tsunami bisa mencapai 700 km per jam. Sangat jauh bila dibandingkan dengan kecepatan berlari manusia. Tak heran, jika tsunami disebut sebagai bencana yang paling fatal dan mematikan.
Kewajiban memberi informasi agar masyarakat bisa selamat dari tsunami bukan hanya tanggung jawab BNPB dan BPBD, tetapi juga tanggung jawab semua orang. Karena tak semua orang paham, maka kita wajib mengedukasi dengan cara yang mudah dipahami dan jangan menyampaikan sesuatu yang terlalu teoritis.
"Selalu ingat 3 kunci, yaitu ketika merasakan ada getaran gempa yang besar dan berturut-turut selama lebih dari 30 detik, jangan berpikir panjang atau menunggu alarm dan sirene bunyi, langsung selamatkan diri," tegas Doni.
"Segera selamatkan diri. Dalam waktu kurang dari 3 menit harus segera meninggalkan bibir pantai dan menuju ke tempat yang lebih tinggi dan aman, kira-kira lebih dari 30 meter," lanjut Doni.
Jika kita mengingat 3 kunci ini, maka potensi kita untuk selamat dari bencana tsunami akan lebih besar. Tsunami memakan banyak korban jiwa karena masyarakat kurang paham bagaimana menyelamatkan diri dengan baik. Oleh karena itu, memberikan pencegahan, melakukan sosialisasi dan membuat desa tangguh bencana lewat Ekspedisi Destana Tsunami 2019 merupakan langkah yang tepat.
"Kita bisa dikategorikan sebagai pahlawan kemanusiaan karena telah menyelamatkan jiwa manusia. Contohlah almarhum Pak Topo (Sutopo Purwo Nugroho, Red) yang tetap menginformasikan tentang bencana pada publik lewat media sosialnya, meski dalam kondisi kesehatan yang turun akibat kanker," tutup Doni, mengakhiri arahannya.