Selain para wanita, beberapa prajurit Jepang juga menetap di Tiongkok setelah perang berakhir. Salah satunya adalah Hiroshi Yamasaki (foto di atas). Yamasaki sendiri mendarat di Tianjin pada tahun 1937 dan selama enam bulan bertugas sebagai dokter hewan yang merawat hewan perang.
Menurutnya, tentara Jepang yang bertarung di sampingnya sangat brutal kepada warga sipil Tiongkok. Setiap hari, ia menjadi semakin jijik dengan apa yang dilihatnya. Yamasaki pun mencapai batasnya ketika melihat seorang tentara Jepang mencekik bayi sampai mati.
Mengutip dari laman China Smack, Yamasaki akhirnya turun tangan dan berusaha untuk menyelamatkan bayi itu tetapi gagal. Malam itu, dia melarikan diri dari pasukannya sendiri. Dia berlari ke arah timur, berharap untuk kembali ke Jepang, tetapi ada lautan di antara dirinya dan tanah airnya. Kelelahan, ia pun pingsan di tengah jalan.
Yamasaki diselamatkan oleh keluarga Tiongkok yang menemukannya, memberinya makan, dan merawatnya sampai ia sehat kembali. Tersentuh, Yamasaki memutuskan untuk tetap tinggal di Provinsi Shandong, menyamar sebagai dokter Tiongkok dengan nama "Dr. Shan."
Ketika Jepang menyerah, Yamasaki memang memiliki kesempatan untuk pulang, tetapi ia menolak untuk kembali. Yamasaki bertahan di Tiongkok dan selama sisa hidupnya tinggal di Shandong untuk merawat pasien di sana.
"Tentara Jepang telah melakukan kekejian di Tiongkok," katanya kepada seorang wartawan bertahun-tahun kemudian. "Saya harus tinggal di sini [Tiongkok] sepanjang hidup saya untuk menebus dosa-dosa mereka."
Jepang sendiri menyerah setelah dua kotanya, Hiroshima dan Nagasaki, dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Perlu atau tidaknya dua pemboman tersebut, khususnya di saat Jepang sudah mengajukan penyerahan tanpa syarat, masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan sampai hari ini.