Setidaknya sudah ada tiga negara yang menyimpan kemarahannya pada Mesir. Nasionalisasi Terusan Suez pun dijadikan momentum ketiga negara tersebut untuk bersama-sama menghantam Mesir.
Bagi Britania Raya, semenjak ditumbangkannya Raja Farouk I menandakan kendali Britania Raya di kawasan Timur Tengah, terutama Mesir semakin pudar. Terbukti ketika Presiden Nasser melakukan nasionalisasi Terusan Suez, Britania Raya tidak dapat mencegahnya dan baru bisa bertindak setelah nasionalisasi dilakukan. Tidak lupa pula desakan yang semakin mendorong Britania Raya untuk mengeluarkan militernya dari wilayah Mesir.
Nasser dipandang oleh Britania Raya sebagai sosok yang membahayakan kepentingan Britania Raya. Pandangan tersebut mempertimbangkan bahwa Terusan Suez adalah satu-satunya akses tercepat bagi Britania Raya terhadap pasokan minyak dari Timur Tengah.
Sedangkan bagi Prancis, seperti dikutip dari laman National Army Museum, Nasser juga mengancam kepentingan Prancis. Penyebabnya adalah bantuan Presiden Nasser kepada pemberontakan yang terjadi di Algeria yang pada saat itu merupakan koloni Prancis.
Israel sendiri sudah memiliki masalah dengan Mesir yang masih belum menerima kehadiran Israel sebagai sebuah negara. Israel juga ingin membuka kembali Selat Tiran yang sedang diblokade oleh Mesir.
Ketiga negara tersebut sepakat untuk menginvasi Mesir dengan tujuan untuk membatalkan nasionalisasi Terusan Suez. Bahkan bila perlu menggulingkan Presiden Nasser. Rencana ini disepakati dalam sebuah kesepakatan rahasia yang akhirnya bocor ke publik, The Protocol Sèrves.
Adalah Israel yang melakukan serangan pertama pada 26 Oktober 1956. Meskipun tidak sesuai jadwal yang telah direncanakan, pasukan Britania Raya dan Prancis turut membantu Israel dengan secara langsung menggempur Mesir.
Namun, sebelum menyerang Mesir, kedua negara ini melalui PBB menawarkan pilihan kepada Presiden Nasser untuk gencatan senjata dan menghentikan aktivitas militer di Terusan Suez.
Presiden Nasser jelas menolak tawaran tersebut. Britania Raya dan Prancis kemudian mengerahkan pasukan penerjun untuk merebut Port Fuad dan lapangan terbang Et Gamil pada 5 November. Invasi terus berlanjut dengan didaratkannya tank dan pasukan di Mesir.