cuplikan film The Impossible (dok. Telecinco Cinema/The Impossible)
Terdapat beragam cara untuk menampilkan adegan tsunami dalam sebuah film. Namun hanya ada dua metode yang paling sering digunakan karena dinilai lebih efisien dan meminimalisir terjadinya insiden.
Metode pertama yang digunakan adalah the scale. Singkatnya, tim produksi akan membangun seluruh set dalam adegan tersebut dengan skala 1:3. Set yang dibangun pun akan dikelilingi oleh latar green screen atau blue screen untuk mempermudah proses editing dan layering.
Dengan skala yang lebih kecil, tim produksi dapat membuat gelombang tsunami terlihat lebih natural dan realistis. Dalam film The Impossible, tim produksi menggandeng Edinburgh Designs, perusahaan spesialis gelombang dan pasang surut.
Edinburgh Designs membuat generator yang didukung oleh 8 mesin mobil F1 untuk menghasilkan gelombang besar nan mengerikan. Sementara sinematografer menempatkan 10 kamera di titik yang berbeda untuk mendapatkan shot yang diinginkan.
Metode kedua yang digunakan adalah in the water. Direkam dalam tangki khusus sepanjang 122 meter, metode ini digunakan untuk merekam situasi yang dialami karakter ketika tersapu dalam gelombang tsunami. Ratusan ribu galon air laut yang digunakan terlebih dahulu diberi pewarna agar terlihat kotor. Sementara sang aktor akan ditempatkan di dalam wadah khusus yang digerakan oleh alat khusus agar dapat bergerak sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.
Pada umumnya tim VFX membutuhkan waktu hingga 24 jam hanya untuk menyempurnakan CGI dalam satu frame. Itu artinya perlu waktu berbulan-bulan untuk merampungkan setiap adegan yang melibatkan CGI. Tidak heran rasanya jika proses pembuatan film bencana alam tidak hanya memakan waktu yang lama namun juga biaya yang tidak sedikit.