Jean Paul-Sartre (rionegro.com)
Jean-Paul Sartre merupakan filsuf Eksistensialisme abad 20. Filsafatnya baru muncul setelah akhir Perang Dunia 2. Sebelum Sartre, filsuf Eksistensialisme yang pertama adalah Soren Kierkegaard. Bagi Kierkegaard, eksistensiku yang tak bermakna menjadikanku hampa dan gelisah, putus asa, dan depresi. Meskipun sama-sama dalam lingkaran eksistensialisme, beberapa filsafat Kierkegaard ditentang oleh Sartre.
Tema awal dari Eksistensialisme terdapat pada individu manusia sebagai subjek yang sadar, rasa kehampaan dan ketidakbermaknaan eksistensi manusia, serta kegelisahan yang berlarut dalam realitas manusia.
Aliran eksistensialisme hanya terpusat dan melekat pada eksistensi manusia; eksistensialisme tidak mempunyai filsafat alam, filsafat ilmu pengetahuan, dan politik yang telah terorganisasi. Eksistensialisme merupakan filsafat tentang keberadaan manusia yang konkret, yang mengada di dunia, dan filsafat tentang manusia sebagai makhluk yang sadar.
Bagi Sartre, eksistensi di atas esensi. Artinya, eksistensi mendahului esensi; esensi tidak terdapat pada diri manusia, karena manusia tidak memiliki esensi. Bila esensi mendahului eksistensi, maka esensi hanya ada pada benda-benda atau sesuatu yang tak berkesadaran. Karena itu, benda-benda tidak bereksistensi.
Pada kematian Satre, ribuan orang turut ikut ke jalan mengantar jenazahnya dikarenakan jasa pemikiran masyhurnya yang telah mengubah pandangan hidup masyarakat Eropa pada saat itu. Meskipun karya-karyanya sulit dipahami, salah satu bukunya Being and Nothingness (Ada dan Ketiadaan) mendapat perhatian banyak kalangan tentang kebebasan individu, bahwa setiap individu bebas menentukan pilihan hidup dan keputusannya sendiri, tetapi juga berani bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan-keputusannya.
Itulah beberapa filsuf yang turut berkontribusi dan mempengaruhi tatanan dunia hingga kini. Apakah kamu tertarik untuk lebih jauh lagi mengkaji karya-karya dari kelima filsuf tersebut?