Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi penelitian antariksa
ilustrasi penelitian antariksa (pexels.com/Pixabay)

Intinya sih...

  • Ada alasan unik kenapa lalat buah dipilih untuk penelitian antariksa. Dilansir laman Times of India, dalam misi Gaganyaan bahwa lalat memiliki kesamaan gen dengan manusia sekitar 77%.

  • Laika dipilih bukan kaena keahliannya, melainkan hanya seekor anjing gelandangan yang dianggap tangguh. Pada 1957, anjing kecil ini melakukan perjalanan orbit dengan persediaan satu porsi makanan dan hanya persediaan oksigen.

  • Katak, inspirasi penelitian gravitasi nol. Katak telah pergi ke luar angkasa dengan roket AS

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Berbicara tentang penelitian antariksa, kebanyakan orang mungkin langsung membayangkan astronot dengan pakaian luar angkasa canggih dan teknologi super modern. Namun, jauh sebelum manusia menjelajah kosmos, berbagai hewan lebih dulu dikirim untuk menguji kondisi ekstrem di luar Bumi. Mereka punya peran penting dalam memahami cara kerja tubuh makhluk hidup ketika menghadapi gravitasi rendah, radiasi tinggi, hingga tekanan psikologis selama perjalanan antariksa.

Meski terdengar rumit dan kompleks, kontribusi hewan-hewan ini sangatlah besar dalam membuka jalan bagi eksplorasi ruang angkasa modern. Dari serangga mungil hingga mamalia, masing-masing memiliki peran penting dalam mengungkap misteri luar angkasa dan memastikan keselamatan astronot manusia. Yuk, intip lima hewan yang punya peran penting dalam sejarah penelitian antariksa dan alasan kenapa kehadiran mereka begitu krusial!

1. Lalat Buah, serangga pertama yang pergi ke luar angkasa

ilustrasi lalat (pexels.com/Pixabay)

Ada alasan unik kenapa lalat buah dipilih untuk penelitian antariksa. Dilansir laman Times of India, dalam misi Gaganyaan, bahwa lalat memiliki kesamaan gen dengan manusia sekitar 77%. Selain itu, lalat buah juga memiliki siklus hidup cepat dan mudah diamati perubahan biologinya. Dalam penelitian ini untuk memahami bagaimana batu ginjal terbentuk di ruang angkasa, salah satu risiko kesehatan terbesar bagi astronot. Dengan mempelajari respon lalat buah dalam mikrogravitasi, ilmuwan bisa menemukan mekanisme pembentukan batu ginjal dan mengembangkan langkah pencegahan bagi astronot pada misi jangka panjang. Hasilnya juga berpotensi memberikan manfaat medis bagi manusia di Bumi.

2. Anjing Laika, pahlawan antariksa dari Uni Soviet

ilustrasi anjing laika (commons.wikimedia.org/unknown - likely Soviet space program)

Kisah dari anjing Laika menjadi salah satu sisi gelap dalam perlombaan antariksa pada masa Perang Dingin, ketika ambisi politik dan sains mengalahkan rasa kemanusiaan terhadap sesama makhluk hidup. Laika dipilih bukan kaena keahliannya, melainkan hanya seekor anjing gelandangan yang dianggap tangguh. Dilansir laman Smithsonian magazine, pada tahun 1957 anjing kecil ini melakukan perjalanan orbit dengan persediaan satu porsi makanan dan hanya persediaan oksigen untuk meluncur dengan roket menuju orbit Bumi yaitu 2.000 mil di atmosfer. Kisah ini juga begitu menyedihkan, karena anjing campuran husky-spitz ini menjadi bagian sejarah sebagai hewan pertama yang mengorbit Bumi. Saat Sputnik 2 diluncurkan, terjadi insiden dimana tahap akhir roket masih menempel hingga akhirnya Laika menjadi korban eksperimen yang tragis dalam sejarah penelitian antariksa.

3. Katak, inspirasi penelitian gravitasi nol

ilustrasi katak (pexels.com/Erik Karits)

Katak telah pergi ke luar angkasa dengan roket AS dan Rusia sudah cukup lama, dimulai sejak tahun 1950-an. Eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana sistem telinga bagian dalam katak yang sensitif terhadap gravitasi dan gerakan berubah dalam kondisi mikrogravitasi. Luar angkasa memiliki kondisi yang membuat manusia mabuk ruang dan mengacaukan keseimbangan. Katak dipilih karena memiliki struktur telinga bagian dalam yang mirip dengan manusia. Eksperimen Orbiting Frog Otolith menjadi salah satu contoh ekstrem bagaimana sains pada era tersebut mengejar pengetahuan dengan cara-cara yang kini mungkin dianggap tidak etis, termasuk penggunaan prosedur invasif dan misi tanpa rencana pemulangan.

4. Cumi-cumi, peneliti mikroba luar angkasa yang tak disangka

ilustrasi cumi-cumi (commons.wikimedia.org/© Hans Hillewaert / CC BY-SA 4.0)

Dilansir laman University of Hawaii, eksperimen mengirimkan lebih dari 120 bayi cumi-cumi Hawaiian bobtail yang lahir dari induk yang dikumpulkan di Teluk Maunalua, lalu dikirim ke Stasiun Luar Angkasa Internasional. Tujuan dilakukannya eksperimen ini untuk memahami bagaimana kesehatan astronot terpengaruh selama misi luar angkasa jangka panjang. Selain itu, juga menyelidiki bagaimana cumi-cumi dipengaruhi oleh perjalanan luar angkasa. Eksperimen ini dibawah naungan proyek UMAMI (Understanding of Microgravity on Animal-Microbe Interactions). UMAMI memiliki misi memahami lebih baik efek mikrogravitasi, atau perjalanan luar angkasa, terhadap interaksi menguntungkan antara hewan dan mikroba.

5. Tardigrade, hewan mikro hidup tangguh di luar angkasa

ilustrasi tardigrade (commons.wikimedia.org/Schokraie E, Warnken U, Hotz-Wagenblatt A, Grohme MA, Hengherr S, et al. (2012))

Hewan mungil ini mampu bertahan hidup di luar angkasa dan dari radiasi mematikan. Dilansir laman Space, tardigrade hewan mikroskopis yang menyerupai beruang gummy dengan delapan kaki. Tardigrade memiliki ribuan gen yang aktif saat terkena radiasi ekstrem. Aktivasi 2.801 gen ini menunjukkan bahwa tardigrade mampu memiliki sistem perlindungan DNA yang sangat kompleks. Penemuan ini juga ikut membantu dalam mengembangkan teknologi perlindungan radiasi, termasuk untuk kesehatan seperti riset kanker dan keamanan astronot dalam misi luar angkasa jangka panjang.

Tidak hanya manusia yang memiliki peran penting dalam penelitian antariksa, tetapi keterlibatan hewan yang juga makhluk hidup punya andil besar dalam inovasi dan studi lanjut ilmu pengetahuan serta teknologi. Mereka juga membuktikan bahwa inspirasi untuk menjelajahi luar angkasa bisa datang dari mana saja bahkan dari makhluk terkecil di Bumi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team