ilustrasi semut berenang (pexels.com/Skyler Ewing)
Para peneliti juga menemukan bahwa semut-semut ini terdistribusi secara tak merata. Dengan perbedaan hingga 6 kali lipat, semut paling padat di daerah tropis, menandakan pentingnya kawasan tropis untuk memelihara populasi semut.
Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa populasi semut paling pada di daerah hutan. Mengejutkannya, populasi semut juga tak kalah banyak di daerah gersang. Namun, jumlah semut kian menipis di habitat buatan manusia.
Meski begitu, para peneliti mencatat bahwa ada beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Lokasi sampling tak merata hingga mayoritas sampel semut yang dikumpulkan di atas tanah saja, para peneliti mengatakan bahwa temuan ini "tidak lengkap".
"Ada bagian-bagian dunia yang minim datanya, dan kami tak bisa mencapai estimasi yang akurat untuk semua benua. Contohnya, Afrika yang diketahui kaya akan semut, tetapi tak begitu dipelajari," ujar Patrik kepada Reuters.
Mengetahui jumlah semut amat penting untuk mengetahui keadaan ekosistem dan lingkungan. Sayangnya, para peneliti mencatat bahwa jumlah serangga global tengah berkurang karena hancurnya habitat, penggunaan senyawa kimia, hingga perubahan iklim.
Meski begitu, data mengenai biodiversitas serangga tak cukup. Oleh karena itu, para peneliti berharap penelitian ini bisa menjadi dasar untuk studi-studi selanjutnya dan peneliti bisa memantau kondisi populasi semut di tengah perubahan lingkungan yang masif dewasa ini.