Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
unsplash.com/Jared Sluyter
unsplash.com/Jared Sluyter

Semua orang butuh bahagia, kita memilih merasa bahagia di sepanjang kehidupan. Peneliti berpendapat bahwa kontrol kita terhadap kebahagiaan adalah sebesar 40%, sedangkan yang lain ditentukan oleh genetik dan faktor eksternal. Hal ini berarti bahwa ada banyak cara yang bisa kita usahakan untuk merasakan kebahagiaan.

Topik mengenai kebahagiaan memang telah menjadi perdebatan panjang sepanjang abad 19 dari awal munculnya psikologi positif. Bahkan para filsuf di jaman Yunani seperti Socrates pun sebenarnya sudah mengenalkan konsep bahagia itu sendiri walaupun mungkin banyak perbedaannya daripada era sekarang. 

Hingga pada akhirnya peneliti menemukan hasil susunan otak, pola perilaku, dan statistik untuk menjelaskan misteri tentang apa sebenarnya bahagia. Jadi inilah jawabannya, apa yang dikatakan oleh para peneliti tentang apa yang membuat kita bisa bahagia. Dirujuk dari berbagai sumber, berikut penjelasannya.

1. Hubungan yang kuat (bukan uang atau kesuksesan) adalah kunci nyata untuk kehidupan yang panjang dan bahagia

unsplash.com/Carly Rae Hobbins

Sebuah studi longitudinal oleh tim ilmuwan di Universitas Harvard selama 80 tahun telah menemukan bahwa sebuah hubungan yang kuat (bukan uang atau kesuksesan) adalah kunci nyata untuk panjang umur dan bahagia. Robert Waldinger, direktur studi dan seorang profesor psikiatri di Harvard Medical School menyebutkan bahwa orang-orang yang paling puas dalam hubungan mereka pada usia 50 tahun adalah yang paling sehat pada usia 80 tahun. Ini berarti bahwa hubungan yang terjalin kuat dan tahan lama sampai 50 tahun, lebih mungkin untuk hidup sehat secara mental di usia 80 tahun.

Penelitian dimulai pada tahun 1938 oleh Harvard Second Generation Study yang ingin melihat pola kehidupan dan kesehatan 268 mahasiswa Harvard. Pada tahun-tahun sesudahnya, jumlah partisipan telah meluas hingga 456 penduduk yang tersebar di kota Boston dan istri-istri mereka, serta 1.300 dari keturunan mahasiswa Harvard yang sekarang akan berusia 50-an dan 60-an. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi cara-cara pengalaman di awal kehidupan dan mengetahui implikasinya pada kesehatan seseorang di kemudian hari.

Selama penelitian, para peneliti terus memantau kesehatan dan kehidupan para peserta secara umum. Mereka mengamati bahagaimana partisipan mengalami  kegagalan dan keberhasilan dalam karir dan cinta melalui rekam medis, wawancara, dan kuesioner. Dalam tahun-tahun awal penelitian, para ilmuwan juga mengumpulkan info dari tulisan tangan peserta. Kemudian, ketika teknologi sudah lebih maju, tim peneliti menggunakan tes DNA dan scan MRI untuk melukiskan gambaran yang lebih akurat tentang kesehatan masing-masing partisipan.

Setelah 80 tahun, peneliti menemukan bahwa kekayaan, genetika, kelas sosial, dan IQ tidak sama pentingnya dengan umur panjang dan kebahagiaan orang yang memiliki hubungan kuat dengan teman, keluarga, atau komunitas.

2. Neoplastisitas yang menunjukkan bahwa berpikir positif memungkinkan seseorang lebih bersyukur, yang dalam arti kata bisa jadi lebih bahagia

Editorial Team

Tonton lebih seru di