Ada cerita yang sangat menyedihkan dan menyanyat hati jika bicara tentang kamp pemusnahan NAZI yang satu ini. Kisah menyedihkan itu bermula saat para tawanan dibawa ke kamp ini dan mulai didata, dikelompokkan, dan dipisahkan dari kelompoknya. Orang-orang yang dikategorikan dalam kelompok orang yang "tidak produktif" atau "tidak berguna" akan langsung dimusnahkan. Kelompok "tidak berguna" ini adalah orang-orang yang terdiri dari orangtua, lansia, orang sakit, orang cacat, dan anak-anak dibawah umur 15 tahun.
Setelahnya, para tawanan akan diminta untuk berbaris di depan sebuah bangunan yang tidak mereka ketahui, yang ternyata adalah sebuah "krematorium". Sebelum masuk ke dalam bangunan tersebut, mereka akan diminta untuk melepaskan seluruh pakaian mereka, rambut mereka digunduli, dan bagi yang menggunakan gigi emas akan ditandai hingga saat mereka sudah menjadi mayat, gigi emas itu akan dicabut secara paksa.
Barang-barang bawaan para tawanan pun, seperti pakaian, perhiasan, dan lainnya akan disita. Lalu, mereka digiring masuk ke dalam "bangunan neraka" yang di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang di atas pintunya bertuliskan "Brausebad" yang artinya "kamar mandi".
Ketika para nyawa tak bersalah itu masuk kesana, petugas akan langsung menyalakan "kran" yang berisi gas beracun, yang terdapat pada dinding dan plafon kamar mandi. Ketika para tawanan yang ada di "kamar mandi" tadi sudah mati, mayat-mayat itu akan langsung dibawa ke ruangan yang berada di sebelahnya lewat pintu yang terhubung dan langsung dibakar satu persatu.
Kamp konsentrasi Dachau dibuka pada tanggal 21 Maret 1933, bersamaan dengan naiknya Adolf Hitler ke puncak kekuasaan dan telah berhasil mengeksekusi sekitar 200.000 tawanan dari 30 negara.
Semua tawanan yang datang di kamp pemusnahan di atas atau yang sedang menunggu giliran untuk masuk ke dalam "bangunan neraka" itu kebanyakan tidak tahu jika mereka akan menemui ajal mereka dengan cara dieksekusi secara keji. Para tawanan yang tidak masuk dalam kelompok "tidak produktif" akan ditugaskan sebagai tenaga kerja paksa, tidak diberikan makanan yang cukup, hingga ikut menemui ajalnya karena mati kelaparan atau terserang penyakit.
Nah, untuk kalian yang belum tahu, ternyata ada orang Indonesia yang pernah merasakan penderitaan di kamp konsentrasi tersebut sebagai tawanan kerja paksa. Ia adalah Parlindoengan Loebis dan Sidartawan. Loebis berhasil bebas pada April 1945, namun tidak dengan Sidartawan yang meninggal di kamp Dachau pada November 1942 akibat kondisi tubuhnya yang memburuk.