Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret wadah berisi banyak buah (pixabay.com/Couleur)
potret wadah berisi banyak buah (pixabay.com/Couleur)

Buah bisa hadir dalam berbagai bentuk, ukuran, tekstur, dan rasa. Namun, ada satu kesamaan yang dimiliki kebanyakan buah, yakni keberadaan rasa manis. Mau sepahit atau seasam apa pun buah yang kita konsumsi, setidaknya pasti ada sedikit rasa manis yang teridentifikasi oleh indra pengecap kita. Hal ini tentu menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Coba kamu renungkan, deh. Sebenarnya cukup aneh, kan, kalau pohon atau tanaman yang sebenarnya tidak menerima gula ketika proses pembentukan, justru menghasilkan buah dengan rasa yang manis. Tenang saja, misteri soal rasa manis pada buah itu sudah bisa dijawab berkat bantuan banyak peneliti. Sudah penasaran dengan jawabannya? Yuk, langsung gulir layar ke bawah!

1. Dari mana rasa buah diperoleh?

potret keranjang buah beri (pixabay.com/Couleur)

Sebelum mengetahui soal rasa manis pada buah, penting bagi kita untuk mengetahui dari mana munculnya rasa yang ada pada makanan ini. Dilansir PennState Extension, senyawa non-volatil ternyata jadi yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan rasa pada buah. Senyawa ini terdiri atas ragam bentuk gula, asam, tanin, dan pektin, di mana komposisinya berbeda-beda tergantung jenis buah.

Selain itu, buah juga memiliki komponen senyawa volatil atau senyawa yang mudah menguap di udara yang dapat berbentuk ester, aldehida, lakton, terpenoid, sampai alkohol. Dua komponen senyawa tersebut bergabung lewat proses biokimia sampai membentuk cita rasa, tekstur, dan aroma khas pada buah. Selain faktor internal itu, sebenarnya ada beberapa faktor eksternal yang memengaruhi rasa pada buah.

Misalnya saja, ada faktor genetik dari buah dengan beberapa varietas berbeda. Tergantung dengan jenis dan kualitas pohon induk, rasa pada buah yang dihasilkan pun dapat berbeda-beda. Selain itu, kondisi lingkungan pohon buah jelas memainkan peran penting lain. Keberadaan nutrisi yang cukup, temperatur dan kelembapan yang sesuai, sampai tingkat penerimaan cahaya Matahari dari si pohon turut menentukan rasa pada buah yang dihasilkan.

2. Kenapa hampir selalu ada rasa manis pada buah?

seseorang membawa banyak buah stroberi (pixabay.com/congerdesign)

Dari jawaban di atas, sudah tersirat soal asal rasa manis pada buah. Ya, konten senyawa non-volatil berupa gula jadi sesuatu yang bertanggung jawab atas rasa manis. Menariknya, senyawa non-volatil gula ini bisa hadir dalam berbagai bentuk dan antara bentuk gula itu dapat bercampur sampai menghasilkan rasa manis yang khas pada masing-masing buah. Beberapa di antaranya adalah glukosa, sorbitol, sukrosa, dan fruktosa.

BBC melansir, jumlah komposisi senyawa volatil itu memengaruhi seberapa manis rasa buah dapat terasa di lidah. Semakin banyak senyawa tersebut, maka rasa manisnya akan semakin intens. Dalam buah stroberi, misalnya, ada campuran 30 senyawa volatil gula di dalamnya yang membuat rasa manis buah ini sangat kuat. Dibalik rasa manis pada buah, ada alasan tertentu yang sengaja dilakukan oleh pohon buah.

Lebih lanjut, dikutip dari Ask Dr Universe pohon memberi rasa manis pada buah supaya menarik perhatian makhluk lain. Tujuan dari hal tersebut hanya satu, yaitu keberlangsungan reproduksi si buah. Jadi, makhluk lain—dalam konteks ini hewan dan manusia—akan menerima buah untuk dikonsumsi. Di dalam buah itu, terdapat biji yang biasanya akan dibuang oleh makhluk yang mengonsumsinya. Nah, mengingat posisi makan dan membuang biji buah itu bisa terjadi di tempat yang jauh, pohon buah tak perlu khawatir dengan masalah berebut nutrisi dengan calon tunas tanaman yang akan tumbuh nantinya.

3. Ternyata manusia bisa merekayasa rasa manis pada buah

anak yang sedang memakan buah semangka (pexels.com/Jill Wellington)

Secara alami, buah memang sudah terasa manis. Namun, sebenarnya ada beberapa jenis buah yang rasa manisnya terpengaruh oleh campur tangan manusia. Kita mungkin sudah familiar dengan cerita kalau pisang yang dijual sekarang itu berbeda jauh dengan pisang yang ada di alam liar. Nah, proses rekayasa genetik atau pengembangbiakkan secara selektif untuk memperoleh varietas buah tertentu itu memang sudah bisa kita lakukan. Malahan, proses rekayasa itu sudah berkembang lagi sampai pada tahap mengembangkan rasa tertentu yang diinginkan pada suatu buah.

Dilansir CBC, penggunaan teknologi CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats) pada buah mulai dilakukan demi memperoleh rasa, tekstur, warna, kualitas, ketahanan terhadap penyakit, dan tingkat kecepatan kematangan pada buah. Dengan teknologi ini, tanaman yang sudah diubah genetiknya mampu menghasilkan buah yang sesuai dengan permintaan pasar, semisal ukuran atau menghilangkan cita rasa tertentu. Penemuan ini memang terdengar baik karena membuat makanan yang kita konsumsi jadi punya kualitas yang lebih baik. Akan tetapi, ada sejumlah kekhawatiran dari penggunaan CRISPR pada tanaman.

Misalnya saja, masalah etika modifikasi genetik makhluk hidup masih diperdebatkan karena sejatinya rekayasa genetik akan membentuk makhluk hidup baru—dalam hal ini pohon atau tanaman buah—yang tidak seharusnya ada di alam. Belum lagi, kekhawatiran soal kandungan nutrisi ataupun potensi ada penyakit baru pun jadi masalah yang harus bisa dijawab. Jika semua sudah sesuai standar dan disetujui banyak pihak, mungkin saja ke depannya kita akan banyak melihat buah-buah hasil rekayasa genetik ada di toko-toko buah.

Jadi, itu dia alasan di balik rasa manis pada buah. Siapa sangka kalau di balik diamnya sebuah pohon, ada banyak proses biokimia yang dilakukan makhluk hidup satu ini sampai menciptakan sesuatu. Hebatnya lagi, apa yang dihasilkan pohon atau tanaman buah itu bukan tanpa tujuan, melainkan demi menarik perhatian makhluk lain supaya proses reproduksi mereka tetap berjalan dengan lancar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team