Ada dua epos yang mengisahkan tentang banjir besar di peradaban Mesopotamia, yaitu Epik Atrahasis dan Epik Gilgamesh. Dilansir Ancient History Encyclopedia, Epik Atrahasis dimulai jauh sebelum ada manusia, di mana para dewa harus menggali kanal dan sungai sendiri.
Merasa lelah, para dewa itu mogok kerja sampai Dewa Enlil memutuskan untuk menciptakan manusia dari tanah liat dan darah seorang dewi. Namun, 1.000 tahun setelah menciptakan manusia, Enlil mulai gila karena harus mendengarkan semua doa mereka.
Enlil yang kesal pun mulai membunuh manusia dengan kekeringan sampai mereka menjadi kanibal. Dewa laut, Enki, merasa kasihan pada manusia sehingga dia mengambil ikan dari laut dan memberikannya pada manusia. Mengetahui hal ini, Enlil pun memerintahkan Enki untuk memusnahkan umat manusia dengan banjir besar.
Enki tahu kalau dia harus mematuhi dewa utamanya, tetapi di satu sisi merasa kasihan dengan manusia. Oleh karean itu, ia memperingatkan seorang manusia bernama Atrahasis untuk membuat sebuah bahtera raksasa. Atrahasis memutuskan untuk membawa semua tumbuhan dan hewan serta para tetua yang paling bijaksana.
Dewi ibu, yang merasa ngeri dengan peristiwa ini, mengusulkan agar generasi baru manusia memiliki kontrol populasi alih-alih berkembang biak seperti kelinci. Dia pun menciptakan keguguran dan bencana alam berkala untuk mengurangi populasi manusia. Enlil menyambut baik gagasan ini dan mengizinkan Atrahasis untuk membangun kembali peradaban dari awal.