Suasana perkotaan yang riuh membuat banyak manusia mengalami peningkatan stres. Beban kerja yang terlalu banyak, kualitas udara yang buruk, hingga suasana yang tidak pernah sepi turut berperan dalam hal tersebut.
Saat liburan datang, banyak masyarakat perkotaan lebih memilih melakukan perjalanan ke hutan daripada pusat perbelanjaan ataupun sejenisnya. Tampaknya, hal ini cukup beralasan. Seperti yang dijelaskan , yakni .
Qing Li, seorang dokter sekaligus peneliti medis dari Jepang, melalui buku Forest Bathing: How Trees Can Help You Find Health and Happiness menemukan fakta bahwa menghabiskan waktu di hutan dapat mengurangi stres, kecemasan, depresi, dan kemarahan; memperkuat sistem kekebalan tubuh; meningkatkan kesehatan jantung dan metabolisme; serta meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
Ia juga menjelaskan bahwa terdapat ahli biologi dari Amerika, yakni EO Wilson yang mengatakan bahwa manusia dirancang untuk terhubung dengan dunia alami. Keberadaan manusia di suasana alami memiliki efek positif yang sangat besar pada kesehatan manusia.
Sering tidak kita sadari bahwa hutan telah bekerja terlalu banyak untuk kehidupan manusia. Hutan melakukan proses-proses berat hanya untuk menyediakan keperluan hidup manusia, mulai dari menyediakan bahan makanan, energi terbarukan, hingga suasana yang dapat meredakan stres.
Namun, sayang, kini manusia berulah tanpa tahu rasa terima kasih kepada hutan. Manusia menebangi hutan tanpa melakukan reboisasi. Manusia berdalih membuka lahan pertanian baru dengan membakar hutan, padahal semuanya berakibat merusak hutan. Ketika hutan sudah rusak, sejatinya yang paling dirugikan adalah para manusia itu sendiri.
Untuk itu, penting bagi kita untuk terus wawas diri agar berhenti merusak hutan. Banyak hal yang perlu kita lakukan untuk dapat merawat hutan. Sekaranglah saat yang tepat untuk turut andil dalam merawat hutan, bukan malah merusaknya. Berterima kasih kepada hutan bisa dilakukan dengan cara merawatnya.