binatalenta45.wordpress.com
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adams, Soekarno mengatakan, “Kita akan memindahkan ibu kota besok malam. Tidak ada seorang pun dari saudara boleh membawa harta benda, aku juga tidak,” ucap beliau.
Besok malamnya operasi rahasia pemindahan ibu kota pun dilaksanakan. Mengingat Jakarta sudah tidak aman lagi karena dikepung oleh pasukan tentara NICA dan Sekutu, maka disusunlah rencana yang cermat untuk melakukan proses evakuasi tersebut.
Menjelang tengah malam, pada 3 Januari 1946, secara perlahan tiba sebuah gerbong yang ditarik lokomotif uap buatan Jerman di jalur kereta api belakang kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Menteng, Jakarta Pusat
Lampu kereta dimatikan agar tak memantik kecurigaan tentara NICA. Ini juga dimaksudkan agar tentara Sekutu itu mengira bahwa gerbong tersebut merupakan gerbong kosong atau hanyalah kereta biasa yang langsir menuju stasiun Manggarai.
Akhirnya, pada 4 Januari 1946 dini hari, 'rombongan gerbong kosong' itu tiba di Yogyakarta dengan selamat setelah melewati rute panjang dan menegangkan, Pegangsaan Timur-Manggarai-Jatinegara-Bekasi-Cikampek-Cirebon-Purwokerto-Kroya-Kutoarjo-Yogyakarta. Menjelang subuh, Sultan HB IX, Paku Alam VIII, dan Jenderal Soedirman tiba di Stasiun Tugu untuk menyambut kedatangan rombongan tersebut.
Dengan ini, untuk sementara waktu ibu kota negara RI dipindahkan ke Yogyakarta, sedangkan pengelolaan dan pengendalian keamanan kota Jakarta diserahkan kepada Panglima Divisi Siliwangi, Letnan Kolonel Daan Jahja, yang juga merangkap sebagai Gubernur Militer Kota Jakarta.