Kesalahpahaman ini bermula dari keyakinan kalau seseorang yang tidak percaya pada Tuhan tidak mengetahui ajaran-ajaran-Nya. Karena hal ini, para teis sering menggurui seorang ateis, berharap dapat mendidik dan membawa mereka kembali ke jalan yang benar.
Hal yang benar adalah bahwa sebagian besar ateis memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama dan biasanya akrab dengan beberapa agama berbeda, sementara kebanyakan teis hanya mengenal agama mereka sendiri dan kebanyakan kurang tahu tentang ateis.
Menurut Pew Research Center, sebuah studi baru-baru ini tentang pengetahuan agama di Amerika Serikat menemukan fakta bahwa ateis dan agnostik tahu lebih banyak tentang agama daripada kelompok lain. Bahkan banyak ateis atau agnostik yang pernah menjadi anggota aktif di suatu gereja.
Studi lebih lanjut tentang agama mereka sendiri mungkin telah mendorong para ateis untuk mencari keyakinan di tempat lain dan menemukan dorongan kalau mereka ingin menganut agama lain atau tidak sama sekali. Rasa haus akan pengetahuan ini cenderung membawa seseorang "murtad" dari agama yang dianutnya dan memiliki pandangan yang lebih ateistik.
Banyak juga orang yang melihat ateis sebagai pemberontak yang membenci atau menentang Tuhan, walau kesalahpahaman ini sudah salah secara logika. Untuk seseorang yang berpaling dari Tuhan dan agama mereka, para ateis biasanya sampai pada kesimpulan bahwa mereka tidak percaya pada Tuhan atau entitas lainnya.
Tanpa kepercayaan, tidak akan ada kebencian atau pertentangan. Hal ini mirip dengan kesalahpahaman kalau ateis menyembah Iblis. Layaknya Iblis, seseorang yang "memberontak" terhadap Tuhan harus percaya kepada-Nya terlebih dahulu.