Hellebore, via Wikimedia Commons
Pada awal kematian Alexander tidak ada yang menduga ia mati diracun. Namun, beberapa tahun setelah kematian Alexander, dugaan tersebut menguat dalam catatan Plutarch. Seorang pemimpin seperti Alexander menjadi target yang tidak terhindari dari perebutan kekuasaan. Apabila disebabkan oleh penyakit menular, pada kurun waktu tersebut di Babilonia tidak terjadi peristiwa pandemik.
Adrienne Mayor, peneliti dari Stanford University, menyebutkan bahwa gejala yang dialami Alexander kemungkinan dari reaksi keracunan Striknin. Seperti demam tinggi, ketidakmampuan berbicara yang disebabkan oleh otot rahang yang sangat kaku, dankehilangan kesadaran yang disebutkan oleh Plutarch dan Arrian.
Striknin adalah tanaman yang tumbuh di dataran tinggi India dan Pakistan, ini bisa sampai di Babilonia melalui jalur perdagangan. Racun ini dengan mudah larut ketika dicampur dengan anggur. Namun, di beberapa kasus Striknin malah menimbulkan kejang-kejang yang sama sekali tidak ada dalam catatan kematian Alexander.
Selain itu, tumbuhan hellebore menjadi dugaan sebagai penyebab kematian. Tumbuhan beracun ini dikenal baik oleh orang Yunani yang dapat dicampur dengan anggur. Sesuai dengan catatan yang menyebutkan bahwa penyakitnya tiba-tiba muncul setelah semalaman berpesta mabuk-mabukan.
Hellebore juga menyebabkan keracunan yang lebih lama daripada zat-zat lainnya, ditandai dengan demam tinggi dan sakit perut. Namun, hilangnya kemampuan bicara dan fungsi motorik secara bertahap yang dijelaskan dalam kematian Alexander bukanlah ciri khas racun ini.