Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), paparan audio keras bisa memaksa kinerja sel sensorik di telinga. Hal ini menyebabkan hilangnya pendengaran temporer hingga tinitus. Seiring waktu, WHO memperingatkan paparan audio keras secara kontinyu menyebabkan kerusakan permanen di sel sensorik dan gangguan pendengaran permanen.
Masih muda tidak apa-apa? Tidak juga! Generasi muda terancam gangguan pendengaran karena mereka kerap menggunakan perangkat musik personal, dari HP hingga DAP. Selain itu, tidak jarang mereka bepergian ke klub hingga konser yang berarti paparan bising keras dalam kurun waktu yang tidak sedikit.
"Perlu ada kebijakan yang berfokus terhadap praktik audio yang aman," tulis para peneliti.
ilustrasi konser (pexels.com/harrison haines)
Dalam studi tersebut, para peneliti mencatat bahwa lewat perangkat musik personal, remaja dan dewasa muda mendengarkan hingga volume 105 desibel (dB), dan volume rata-rata di tempat hiburan berkisar antara 104–112dB. Menurut Decibel Pro, batas pendengaran aman adalah 70 dB selama 8 jam sehari.
Sebagai perbandingan, CDC mencatat volume mulut manusia adalah 60dB, mesin cuci 70dB, dan bising lalu lintas adalah 80–85dB. Makin bising, makin sedikit juga batas mendengarkan. Contoh, 92dB aman selama 2,5 jam hingga 101dB yang aman hanya selama 19 menit saja.
WHO menyarankan menyetel volume 60 persen saja dari volume maksimal. Aplikasi HP dan perangkat musik masa kini juga sudah membantu mengontrol batas volume aman. Lalu, WHO juga menekankan untuk rutin beristirahat dari paparan audio dan menggunakan earplug di lingkungan bising dan jauhi loudspeaker di tempat bising.