lebah yang hinggap di atas bunga (Pexels.com/Myriams Fotos)
Sifat mudah larut membuat neonikotinoid dengan mudah menyebar lewat aliran air. Ini yang membuatnya bisa menciptakan disrupsi rantai makanan. Hladik, dkk dalam penelitiannya yang berjudul "Environmental Risks and Challenges Associated with Neonicotinoid Insecticides" menemukan bahwa neonikotinoid tidak hanya membunuh serangga atau hama, tetapi juga beberapa organisme lain di alam.
Menurut mereka ada tiga tipe organisme yang terdampak secara langsung ataupun tidak langsung oleh neonikotinoid, yaitu polinator, unggas, dan organisme air. Polinator atau hewan yang membantu penyerbukan seperti lebah dan kelelawar terbukti terkena dampak langsung berupa reduksi kemampuan navigasi dan reproduksi.
Burung herbivora yang terpapar karena mengonsumsi biji atau bibit yang terkontaminasi serta burung pemakan serangga yang kehilangan mangsa atau sumber pangan utama mereka. Perlahan populasi burung memang terbukti berkurang seiring dengan perluasan lahan pertanian.
Sementara organisme air, terutama intervetebrata, mengalami perubahan nafsu makan menjadi lebih suka makan daging ketimbang tumbuhan setelah habitat mereka terkontaminasi salah satu zat neonikotinoid. Kecenderungan menjadi karnivora akan berpotensi menyebabkan kondisi hipoksi dan berbagai disrupsi dalam keseimbangan ekosistem lainnya.
National Geographic juga merilis data yang menunjukkan bahwa semenjak neonikotinoid diperkenalkan pada 1990-an di Jepang dan dipakai di persawahan, populasi zooplankton di perairan mereka berkurang secara signifikan. Secara tidak langsung, berkurangnya jumlahnya plankton berdampak pada berkurangnya jumlah ikan karena terbatasnya ketersediaan makanan.