ilustrasi gempa bumi (pexels.com/Mike B)
Masih dalam Journal of Geophysical Research, publikasi ilmiah tersebut mencatat riwayat kegempaan akibat patahan Anatolia Timur. Gempa bumi terbesar sepanjang patahan ini terjadi pada 29 November 1114 dengan magnitudo 7,8. Selain itu, terjadi pula pada 28 Maret 1513 (M > 7,4) dan 2 Maret 1893 (M > 7,1).
Sementara itu, antara 1939 dan 1999, gempa bumi besar Turki bergerak ke arah barat di sepanjang patahan Anatolia utara. Meski demikian, sempat terjadi aktivitas patahan Anatolia Timur dan menyebabkan gempa Adana–Ceyhan pada 1998.
Sejak 2003, aktivitas kembali bergeser ke patahan Anatolia Timur. Pada tahun yang sama, lebih dari 100 orang tewas akibat gempa di dekat kota Bingöl. Patahan timur beraktivitas lagi pada 2010 dan memicu gempa Elazığ dengan kekuatan 6,1. Selain itu, terjadi pula gempa Elazığ kedua pada 2020.
Terkini, patahan Anatolia Timur kembali aktif bergerak dan memicu gempa Turki pada 2023. Gempa ini terjadi sekitar 34 km (21 mil) barat kota Gaziantep dan dikaitkan dengan gempa bumi Erzincan 1939. Gempat tersebut tercatat sebagai gempa instrumental terkuat sepanjang sejarah Turki modern.
Kerusakan akibat aktivitas patahan Anatolia Timur 2023 makin parah mengingat pusat gempa yang cukup dangkal. Di samping itu, area ini memiliki infrastruktur yang tidak kokoh sehingga berdampak pada jumlah korban, sebagaimana penjelasan Carmen Solana, ahli vulkanologi dan komunikasi risiko di University of Portsmouth.
Sama seperti Indonesia, adanya patahan Anatolia Timur dan beberapa patahan lain, membuat Turki disebut sebagai sebagai negara paling rawan gempa di dunia. Tidak main-main, riwayat gempa Turki bahkan dirasakan hingga negara tetangga, seperti Suriah, Mesir, Yunani, Siprus, dan Georgia.