Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi gurun (pixabay.com/falkenpost)

Intinya sih...

  • Medan tempur penting di Afrika Utara pada 1940-1942, melibatkan Inggris dan Italia serta munculnya Afrika Korps di bawah Jenderal Erwin Rommel.

  • Pertempuran El Alamein pertama dimulai pada 1 Juli 1942, dengan pasukan Sekutu yang berhasil menghentikan laju Pasukan Poros yang dipimpin oleh Rommel.

  • Penunjukkan Bernard Montgomery sebagai pemimpin British Eighth Army membawa kemenangan bagi Sekutu dalam Pertempuran El Alamein Kedua pada 23 Oktober 1942.

Pertempuran El Alamein merupakan salah satu momen paling krusial dalam Perang Dunia II. Konflik ini melibatkan Blok Sekutu yang dipimpin Inggris melawan Blok Poros yang diwakili Jerman dan Italia. Perang ini berlangsung di wilayah gurun Mesir Barat.

Pertempuran El Alamein terjadi sebanyak 2 kali, yakni pada 1–27 Juli 1942 dan 23 Oktober–11 November 1942. Perang ini tak hanya soal kemenangan militer. Akan tetapi, ini juga menjadi titik balik strategis yang menyelamatkan rute logistik utama sekutu, terutama Inggris di Terusan Suez dan wilayah Afrika Utara.

1. Situasi strategis di Afrika Utara pada 1940–1942

Terusan Suez (pixabay.com/sfischer2369)

Sejak 1940, Afrika Utara telah menjadi medan tempur penting bagi Inggris dan Italia. Saat itu, Italia yang sudah menguasai Libya. Sedangkan, Inggris telah menguasai Mesir. 

Pada tahun yang sama, Italia meluncurkan serangan ke Mesir yang diduduki Inggris. Namun, Italia kalah hingga akhirnya wilayahnya diambil alih Inggris. Hal tersebut menarik Jerman untuk mengirim bantuan militer dengan membentuk Afrika Korps di bawah Jenderal Erwin Rommel alias Rubah Gurun.

Berkat bantuan Rommel, Italia dan Blok Poros akhirnya bisa kembali merebut Tobruk (Libya) dan menembus hingga Gazala (Mesir) pada pertengahan 1942. Sang Rubah Gurun menunjukkan kejeniusan taktis dengan merebut wilayah demi wilayah hingga mencapai Mesir. Tujuan utamanya adalah merebut Terusan Suez, jalur logistik vital ke Timur Tengah.

Namun, Sekutu bertahan di kota kecil bernama El Alamein. Kota tersebut merupakan titik sempit di antara Laut Mediterania dan Qattara yang mustahil dilewati tank Jerman. Medan ini membuat El Alamein menjadi benteng alami yang akan sulit ditembus.

2. Pertempuran El Alamein Pertama

ilustrasi tank (pixabay.com/artellliii72)

Setelah rangkaian keberhasilan pada Mei–Juni 1942, Blok Poros melanjutkan serangan ke El Alamein. Pertempuran pertama dimulai pada 1 Juli 1942. Kala itu, pasukan Poros yang dipimpin Erwin Rommel diisi oleh aliansi Italia dan Jerman. 

Sedangkan, pihak Sekutu dipimpin Inggris yang beranggotakan aliansi dari tentara India, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Mereka dipimpin oleh Jenderal Claude Auchinleck. Hasilnya, pertahanan Sekutu terbukti kuat dan berhasil menghentikan laju Poros yang dipimpin Rommel.

Setelah beberapa minggu melewati pertempuran sengit, kedua pihak mengalami kerugian besar, tanpa hasil yang menentukan. Namun, pertempuran ini memberikan waktu bagi Sekutu untuk mendatangkan kembali pasukan tambahan serta menyusun strategi jangka panjang. Pertempuran El Alamein Pertama resmi berakhir pada 27 Juli 1942.

3. Penunjukkan Bernard Montgomery

ilustrasi gurun (pixabay.com/falkenpost)

Pada Agustus 1942, Winston Churchill (Perdana Menteri Inggris) mengganti Jenderal Claude Auchinleck dari posisi pimpinan perang. Ia pun menunjuk Letnan Jenderal Bernard Montgomery sebagai pemimpin British Eighth Army di El Alamein. Ini merupakan salah satu keputusan krusial bagi Inggris dan Sekutu dalam Pertempuran El Alamein.

Montgomery dikenal sebagai sosok yang disiplin dan sistematis. Ia menolak melancarkan serangan tergesa-gesa demi balas dendam. Ia justru memilih untuk meningkatkan mental pasukan, memperkuat pasokan logistik, memperluas ladang ranjau, dan mempersiapkan operasi militer besar untuk mengusir pasukan Poros sepenuhnya dari Mesir.

4. Pertempuran El Alamein Kedua

ilustrasi ledakan (pixabay.com/ds-grafikdesign)

Pada 23 Oktober 1942, Bernard Montgomery melancarkan Operation Lightfoot yang mengawali Pertempuran El Alamein Kedua. Serangan tersebut merupakan serangan frontal besar-besaran yang diawali dengan pemboman artileri selama 5 jam. Tujuan awalnya adalah membuka jalur aman di ladang ranjau bagi tank Sekutu untuk terus menyerang.

Rommel yang terkenal dengan taktik defensifnya, mulai kehilangan momentum atas serangan Montgomery. Ia kesulitan untuk melawan keunggulan logistik dan jumlah pasukan. Di sisi lain, Poros pun sudah kewalahan karena pasokan amunisi dan bahan bakar yang menipis akibat terhambat oleh armada laut Sekutu. 

Setelah 3 minggu berjalan, Rommel pun memerintahkan pasukan Poros untuk mundur hingga ke Tunisia. Dengan hal tersebut maka Pertempuran El Alamein Kedua berakhir. Perang tersebut usai pada 11 November 1942. Faktanya, kemenangan di El Alamein menjadi kemenangan besar pertama Sekutu atas Jerman dalam perang darat.

Kemenangan di El Alamein menandai titik balik Sekutu di Afrika Utara. Terusan Suez berhasil dipertahankan dan moral pasukan Sekutu meningkat drastis setelah kekalahan demi kekalahan sebelumnya. Lebih jauh lagi, kemenangan ini juga membuka jalan bagi Operasi Torch di Afrika Barat (1942) dan pengepungan pasukan Poros di Tunisia (1943).

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team