Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota Angkatan Laut AS memegang bendera Amerika di atas abu astronot Apollo 11 Neil Armstrong selama pemakaman di laut di atas kapal USS Philippine Sea (CG-58), pada hari Jumat, 14 September 2012, di Samudra Atlantik. (commons.wikimedia.org/NASA/Bill Ingalls)
Anggota Angkatan Laut AS memegang bendera Amerika di atas abu astronot Apollo 11 Neil Armstrong selama pemakaman di laut di atas kapal USS Philippine Sea (CG-58), pada hari Jumat, 14 September 2012, di Samudra Atlantik. (commons.wikimedia.org/NASA/Bill Ingalls)

Setiap orang tentu akan meninggal. Beberapa orang bahkan sudah merencanakan seperti apa jenazah mereka akan ditangani, misalnya dikubur di pemakaman tertentu atau mungkin dikremasi.

Penguburan di dalam tanah menjadi opsi utama ketika seseorang sudah meninggal. Beberapa jenazah juga melakukan pembalseman agar tidak cepat membusuk. Namun praktik ini dianggap buruk bagi lingkungan, karena memproduksi ion, dalam bentuk organik dan logam berat, bakteri, jamur, dan virus, yang bisa menyebar melalui tanah dan air, sebagaimana yang dijelaskan dalam jurnal Chemosphere berjudul "The environmental pollution caused by cemeteries and cremations: A review", yang diterbitkan tahun 2022.

Pada beberapa tahun terakhir, kremasi menjadi cara paling populer di hampir banyak negara, termasuk Indonesia. Akan tetapi, pembakaran tubuh ini membutuhkan banyak energi dan menghasilkan banyak karbon dioksida. Praktik ini juga tidak ramah lingkungan. Jadi, beberapa orang mencari cara lain yang lebih kreatif, seperti membuat bumi menjadi jauh lebih hijau dengan jenazah. Wah, apa saja, ya, cara menangani jenazah yang tidak dikuburkan?

1. Pengomposan jenazah

ilustrasi pengomposan (pixabay.com/Manfred Antranias Zimmer)

Washington menjadi berita utama pada tahun 2019, karena menjadi negara bagian pertama yang melegalkan natural organic reduction, yang merupakan pengomposan mayat. Juga dikenal sebagai "pengomposan manusia", "pengomposan tubuh", atau "komposisi ulang", yakni mengubah jenazah menjadi kompos. Prosesnya mirip seperti pembuatan kompos dari sisa-sisa limbah organik dapur.

Dilansir Smithsonian, jika seseorang memilih praktik ini setelah meninggal, jenazahnya akan dibawa ke tempat yang dipilih sebelumnya, bisa itu taman umum atau rumah duka. Di sana, jenazah akan dimasukkan ke dalam wadah berisi serpihan kayu, alfalfa (jenis tanaman untuk makanan ternak), dan jerami. Kemudian, mikroba akan bekerja memproses jenazah sampai membusuk.

Sekitar 7 minggu kemudian, jenazah telah berubah menjadi sekitar satu kubik yard atau setara 764 liter kompos kaya nutrisi. Kompos jenazah ini akan dikembalikan ke keluarga, seperti sisa kremasi (hanya saja lebih mirip kompos), atau digunakan oleh kelompok konservasi untuk menyuburkan tanah. Praktik ini dianggap paling ramah lingkungan, karena mampu menghemat satu metrik ton karbon dioksida untuk setiap tubuh (jenazah) yang dikomposkan.

2. Membekukan jenazah

ilustrasi tangki untuk menyimpan sampel dalam nitrogen cair (commons.wikimedia.org/Nadina Wiórkiewicz)

Pada tahun 1960-an, teknologi mampu mengejar fiksi ilmiah. Kemampuan untuk mengawetkan tubuh setelah kematian menjadi sangat maju. Secara teoritis, manusia dapat dihidupkan kembali di masa depan. Praktik cryonics lahir pada 12 Januari 1967, ketika seorang profesor psikologi yang baru saja meninggal karena kanker hati, menjadi tubuh pertama yang dikriopreservasi. Cryonics telah berkembang pesat dalam setengah abad terakhir.

Prosesnya, darah akan diganti dengan campuran senyawa antibeku dan pengawet organ, yang pada dasarnya sama dengan cara membekukan telur dalam perawatan kesuburan. Sementara itu, tubuh diawetkan dalam nitrogen cair, tujuannya untuk menjaga ingatan agar tetap utuh.

Bahkan, pendukung cryonics mengakui bahwa menghidupkan kembali tubuh orang yang sudah meninggal itu adalah hal yang mustahil. Sebagai gantinya, otak diharapkan akan tetap utuh untuk mengunduh kepribadian dan ingatan seseorang ke dalam robot di masa depan. Hal ini diprediksikan dalam 50 hingga 100 tahun lagi.

Namun, tidak semua orang setuju dan percaya. Seperti yang dikatakan oleh Michael Hendricks dari Universitas McGill di Montreal, Kanada. Ia mengutarakan, "Penghidupan kembali atau simulasi adalah harapan yang sangat salah yang berada di luar kemampuan teknologi dan tentu saja tidak mungkin dengan jaringan beku dan mati yang ditawarkan oleh industri 'cryonics'." Meski begitu, harapan hidup setelah mati masih begitu besar hingga tahun 2017, karena 250 jenazah berada dalam kondisi sangat beku.

3. Promession

ilustrasi mesin promession (youtube.com/катя алябьева)

Ahli biologi Susanne Wiigh-Mäsak sangat suka berkebun, tetapi dia menyadari betapa buruknya efek jenazah yang dibalsem untuk tanah. Jadi, dia menghabiskan 20 tahun hidupnya untuk menyempurnakan cara menangani jenazah yang lebih ramah lingkungan. Solusinya adalah promession, sebagaimana yang dilansir Atlas Obscura. 

Promession dilakukan dengan cara menempatkan jenazah di mesin promator dan dibekukan secara kriogenik dalam nitrogen cair. Sejauh ini, praktik tersebut terdengar mirip dengan cryonics. Proses pembekuan di promession bukan untuk mengawetkan, tapi untuk memudahkan penghancuran.

Setelah jenazah menjadi beku, promator mulai bekerja, mengguncang tubuh hingga terurai menjadi potongan-potongan kecil berukuran sekitar satu milimeter, dalam waktu beberapa menit saja. Kemudian, cairan dan logam yang tersisa dari jenazah dibuang. Lalu, tumpukan menyerupai debu yang dihasilkan dari jenazah ini dimasukkan ke dalam wadah biodegradable dan dikubur di kuburan yang dangkal sehingga tanah lapisan atas akan memecah wadah dan mendapatkan nutrisi dari sisa-sisanya.

Promession belum legal di mana pun, meskipun Swedia kini masih mempertimbangkannya. Beberapa orang juga masih ragu bahwa proses tersebut bisa dilegalkan. Akan tetapi, perusahaan terkait masih berusaha mendapatkan izin. Jika berhasil, cara ini akan menjadi pilihan yang ramah lingkungan.

4. Resomasi

Sistem pembuangan hidrolisis di Institut Riset Keamanan Hayati di dalam Pat Roberts Hall di Kansas State University. (commons.wikimedia.org/Jessica Bowser of the US Dept. of Agriculture)

Popularitas kremasi sedang meningkat, dan satu-satunya hal yang dapat memperlambatnya adalah fakta bahwa hal itu sangat buruk bagi lingkungan. Jadi, banyak orang yang berusaha mencari solusinya. Ada proses yang dikenal sebagai "kremasi air", "resomasi", "aquamasi", atau "hidrolisis basa", seperti yang dikutip laporan ABC News. 

Prosesnya adalah dengan cara memasukkan jenazah ke dalam ruang bertekanan tinggi. Ruangan itu diisi dengan campuran air dan alkali, kemudian dipanaskan hingga 200-300 derajat Celsius. Hingga 12 jam kemudian, semua sisa-sisa dari tubuh, kecuali tulang menjadi cairan berwarna cokelat. Tulang-tulangnya digiling, dan cairan jenazah dari proses ini dikembalikan ke keluarganya.

Kedengarannya berteknologi tinggi, tetapi proses ini dipatenkan pada tahun 1888. Untuk waktu yang lama, proses ini digunakan untuk membuang bangkai hewan dengan cepat dan murah. Kemudian, dokter hewan melakukannya untuk mengkremasi hewan kesayangan.

Praktik ini membuat manusia tertarik untuk menangani jenazah mereka sendiri atau orang yang dicintai. Pada tahun 2003, Minnesota menjadi negara bagian pertama yang melegalkan resomasi. Pada 2019, resomasi merupakan pilihan di 15 negara bagian, dan institusi seperti Mayo Clinic menggunakannya juga.

5. Plastinasi tubuh jenazah

Pameran Body Worlds Decoded yang menampilkan plastinasi dalam berbagai pose berbeda. (commons.wikimedia.org/JanetsavingthePlanet)

Tahukah kamu kalau tubuh manusia bisa disumbangkan untuk pameran seni? Ini nyata, dan dikenal sebagai praktik plastinasi. Salah satunya di pameran Body Worlds. Penemu Gunther von Hagens menjelaskan dalam The Guardian, sebagai seorang ilmuwan penelitian di tahun 1970-an, Hagens mempelajari spesimen yang disematkan dalam plastik, yaitu teknik pengawetan paling canggih pada saat itu. Dia pun bertanya-tanya mengapa plastik dituangkan ke sekeliling tubuh, bukan ke dalamnya.

Akhirnya, Hagens menghabiskan bertahun-tahun waktunya untuk bereksperimen dengan teknik baru. Lalu, mematenkannya pada tahun 1978. Selang 13 tahun kemudian, Hagens berhasil memplastinasi seluruh tubuh manusia.

Plastinasi merupakan proses rumit dengan cara mengganti air dan lemak yang terkandung dalam jaringan tubuh manusia dengan polimer reaktif seperti karet silikon, epoksi, atau resin poliester. Serta, dibutuhkan 1.500 jam kerja (sekitar 1 tahun) untuk menyelesaikannya. Pada 2018, tubuh atau bagian tubuh yang diplastinasi digunakan di 400 institusi medis.

Plastinasi tubuh ini awalnya digunakan untuk memperbaiki metode pengajaran. Akan tetapi, banyak orang biasa yang juga tertarik menggunakan praktik ini untuk jenazah mereka nanti. Akhirnya, Body Worlds pertama kali dipamerkan di Jepang pada tahun 1995.

Mirip seperti seni, plastinasi tubuh ini juga bisa dijual. Jadi, jika seseorang menyumbangkan tubuhnya untuk plastinasi, orang itu tidak memiliki hak atas apa yang terjadi pada tubuhnya setelah itu. Bahkan, 17.000 orang telah mendaftar untuk diplastinasi, termasuk penemunya sendiri.

6. Body Farm

Para penyelidik FBI yang sedang meneliti pemakaman yang disebut Body Farm di Tennessee. (youtube.com/FBI – Federal Bureau of Investigation)

TKP mayat adalah hal yang rumit. Apalagi jika mayatnya berada di luar ruangan, ini menjadi sangat sulit bagi penyelidik. Jadi menurut situs web FBI, mayat manusia dibiarkan membusuk di luar ruangan dan diteliti oleh ahli antropologi forensik untuk mempelajari bagaimana tubuh terurai dalam kondisi yang berbeda. Praktik ini mulai dilakukan FBI pada tahun 1981, ketika ada orang yang menyumbangkan jenazah mereka kepada FBI, dan lahirlah Body Farm.

Fasilitas Penelitian Antropologi di Knoxville dan enam fasilitas lainnya juga masih menerima sumbangan jenazah hingga hari ini untuk membantu berkontribusi dalam penelitian forensik. Prosesnya, jenazah dibiarkan membusuk di berbagai tempat, ada yang dibiarkan berpakaian, dibungkus plastik, ditempatkan di bagasi mobil, atau di tempat sampah. Ada juga yang terendam di air.

Kemudian para ahli dan calon sarjana akan meneliti dan mencatat hal-hal penting. Data itu dapat membantu mereka dalam TKP di kehidupan nyata. Meski kelihatannya aneh, para ilmuwan forensik mengatakan bahwa selalu ada orang yang menyumbangkan jenazah.

Body Farm menyebar ke beberapa negara. Laman Nature melaporkan bahwa beberapa fasilitas seperti ini telah dibuka di Belanda dan Australia, serta yang masih direncanakan di Inggris dan Kanada. Seorang ahli di Inggris mengatakan bahwa tim forensik akan tertinggal dalam hal penelitian seperti ini dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki metode penelitian ini.

7. Donasi tubuh untuk penelitian medis

ilustrasi dada (IDN Times/Mardya Shakti)

Pada tahun 2019, CBS News melaporkan bahwa sebuah perusahaan donor tubuh di Arizona menjual jenazah seorang ibu untuk uji coba ledakan bom Angkatan Darat AS, alih-alih digunakan untuk kepentingan medis. Penggerebekan FBI di Biological Resource Center menemukan bahwa pemilik perusahaan ini menghasilkan ribuan dolar dengan menjual mayat untuk segala macam keperluan, termasuk ke militer untuk digunakan dalam tes ledakan. FBI juga menemukan pendingin berisi alat kelamin pria dan kepala perempuan yang dijahit ke tubuh laki-laki berbadan besar yang tergantung di dinding.

Jelas, ini sangat menyakitkan bagi anggota keluarga korban yang mengetahuinya. Akan tetapi, donasi tubuh dan donasi organ itu sebenarnya sangat penting untuk penelitian medis. Siapa pun dapat berdonasi meskipun orang itu sakit saat meninggal dan tidak memiliki biaya.

8. Pemakaman di laut

Anggota Angkatan Laut AS memegang bendera Amerika di atas abu astronot Apollo 11 Neil Armstrong selama pemakaman di laut di atas kapal USS Philippine Sea (CG-58), pada hari Jumat, 14 September 2012, di Samudra Atlantik. (commons.wikimedia.org/NASA/Bill Ingalls)

Pemakaman di laut adalah tradisi yang dilakukan para nelayan, pelaut, dan anggota cabang militer kelautan. Secara hukum, ada banyak peraturan dalam prosesnya. Jadi, tidak bisa membuang mayat begitu saja ke laut. Selain itu, pemakaman laut yang paling dikenal adalah Neil Armstrong. 

Di AS sendiri, seseorang harus meminta izin ke Badan Perlindungan Lingkungan jika ingin melepaskan jenazah ke laut. Jenazah juga harus dihanyutkan setidaknya tiga mil di lepas pantai perairan dalam. BBC melaporkan bahwa Inggris memiliki aturan yang lebih ketat. Hanya ada tiga lokasi pemakaman laut yang diizinkan di Inggris. Selain itu, seseorang harus membayar lisensi dan mendapatkan catatan dokter yang menyatakan bahwa tubuh tidak sakit.

Pemakaman di laut bukanlah praktik yang umum, tetapi semakin diminati. Angkatan Laut AS menawarkan pemakaman laut untuk para veteran, tetapi jenazah harus dibalsem dan disegel dalam peti logam. Sementara itu, perusahaan New England menggunakan cara yang lebih akurat dengan memasukkan tubuh ke dalam tas kanvas dan memasang peluru meriam.

9. Pemakaman langit

pemakaman langit di Pegunungan Tibet (commons.wikimedia.org/Ernst Schäfer)

Umat ​​​​Buddha di Tibet menempatkan jenazah dengan cara yang tidak biasa bagi kebanyakan orang. Koresponden Matthew Carney dan keluarganya menemukan penguburan langit saat dia berkunjung ke pegunungan Tibet.

Carney melaporkan penemunya ini untuk Australian Broadcasting Corporation. Dia melihat 100 burung nasar atau burung hering (burung bangkai) sedang duduk di atas bukit menunggu santapan. Ada biarawati yang sedang bernyanyi lagu rohani. Ada pula kantong mayat.

Seorang biksu Budha yang menjadi Rogyapa atau 'pemecah tubuh', mengambil pisau daging, lalu memotong-motong mayat tersebut. Carney yang melihat hal itu seketika terkejut dan hampir muntah. Ketika biksu itu selesai, burung nasar berkerumun, lalu mencabik-cabik potongan-potongan daging jenazah tersebut.

Dalam 15 menit, tidak ada yang tersisa kecuali tulangnya. Lagi pula, akan dianggap pertanda buruk jika burung nasar tidak menghabiskannya. Kemudian, Rogyapa menghancurkan tulang-tulang itu dengan palu, dan memberikannya kepada burung nasar kembali. Burung nasar dianggap bidadari yang membawa jiwa mendiang ke surga untuk menunggu reinkarnasi.

Mungkin tampak aneh bagi turis saat menyaksikan ritual yang sangat pribadi ini. Meskipun China mengeluarkan undang-undang yang tidak memperbolehkan orang asing melihat ritual ini, para turis tetap datang berbondong-bondong. Beberapa turis bahkan terekam dalam video, mereka tertawa ketika seorang biksu meminta mereka pergi.

10. Endocannibalism

potret suku di Amazon (commons.wikimedia.org/Walter Ernest)

Banyak dari kita pasti beranggapan bahwa kanibalisme hanya ada dalam film horor, tragedi seperti Partai Donner, dan psikopat seperti Jeffrey Dahmer. Akan tetapi, kanibalisme dipraktikkan di banyak tempat di seluruh dunia dalam banyak sejarah.

Beberapa di antaranya adalah exocannibalism, yaitu memakan jenazah dari luar suku, seperti musuh. Namun, ada juga endocannibalism, yang berarti memakan jenazah dari suku sendiri, terutama kerabat yang meninggal.

Praktik ini adalah ungkapan rasa hormat untuk orang-orang terkasih yang telah pergi. Mengutip laman The New Republic, endocannibalism adalah salah satu ritual pemakaman terpenting bagi suku Wari' di Amazon. Mengonsumsi orang yang sudah mati adalah tanda bahwa mendiang telah melepaskan roh mereka.

Tidak seperti saat suku ini memakan tubuh musuh dengan senang hati dan lahap, memakan jenazah anggota suku bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Pada saat pemakaman berlangsung, jenazah sudah membusuk. Mereka yang dipilih untuk memakan sebagian dari mendiang sebenarnya tidak menikmatinya.

Selain itu, suku Fore di Papua Nugini memakan tubuh dan otak dari suku mereka yang sudah meninggal. Praktik ini menyebabkan masalah besar. Pada satu titik, infeksi mematikan di otak salah satu mayat ditularkan ke orang yang mengonsumsinya dan menyebar secara eksponensial dari sana. Penyakit ini disebut kuru.

Sementara itu, endocannibalism sebagian besar dilarang pada tahun 1950-an dan 60-an. Pada tahun 2014, profesor asal Stanford bernama Paul Ehrlich mengatakan bahwa kelebihan populasi akan mendorong manusia untuk saling kanibalisme dalam skala yang jauh lebih besar. Saat makanan menjadi sangat langka, memakan mayat mungkin menjadi pilihan sulit yang bisa saja terjadi.

Mungkin masih banyak lagi praktik-praktik di luar sana untuk menangani jenazah atau orang yang sudah meninggal. Praktik menangani jenazah biasanya sangat tergantung dengan tradisi atau mungkin pilihan unik orang itu sendiri setelah meninggal dunia. Dengan kata lain, tubuh manusia tidak harus selalu dikuburkan, karena ada banyak cara untuk membuat kematian menjadi lebih kreatif dan unik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team