Dari seorang pengusaha yang acuh pada kemanusiaan, Anthony Edward Stark atau Tony Stark, seorang pengusaha senjata dan teknologi, kemudian berdiri sebagai salah satu anggota pertama Avengers dan menjadi penyelamat Bumi dari jentikan jari Thanos pada akhirnya.
Robert Downey Junior sukses memerankan sang pahlawan flamboyan ini, menarik hati para penggemarnya. Buktinya? Ada pada reaksi orang-orang saat melihat pre-credit Avengers: Endgame.
Namun, proses yang dilewati Tony begitu pahit saat harus ditangkap oleh teroris dan terkena bom ciptaannya sendiri. Dirawat oleh Yinsen, Ia harus bergantung pada arc reactor yang mencegah potongan bom tersebut merobek jantungnya. Belum lagi, Tony dipaksa oleh para teroris untuk membuat senjata super untuk mereka.
Baiklah, kesampingkan arc reactor tersebut, sebenarnya kecelakaan lapangan yang menimpa Tony Stark sudah seharusnya membunuhnya seketika. Bayangkan saja, ledakan yang sebagiannya mengenai jantung? Instant kill.
Belum lagi mengingat bahwa Tony disekap dalam sebuah gua. Peralatan medis yang kesterilan patut dipertanyakan, lingkungan yang tidak kondusif, dan tidak ada akses obat-obatan yang layak dapat membuat Tony terlalu lemah untuk membuat senjata untuk para teroris. Akhirnya? Ia mati di tangan para teroris.
Sebelum membuat arc reactor, Yinsen, seorang profesor dan pemenang penghargaan Nobel fiktif saat itu, mampu membalut luka Tony Stark sebegitu rupa dan melengkapi jantung Tony dengan elektromagnet rakitan untuk mencegah potongan bom mendekati jantung. Ditenagai oleh apa? Aki mobil!
Oke, hal tersebut, dalam rentang waktu singkat, dapat membuat Tony terkena toksaemia, keracunan darah karena infeksi bakteri lokal. Sang pengusaha flamboyan akan meninggal dalam hitungan hari. Kematian yang tidak mengenakkan.
Kenyataannya, Tony terkena toksaemia pada Iron Man 2, memaksanya untuk mencari elemen energi baru untuk memberi tenaga pada arc reactor-nya.