La Sape (instagram.com/photolucida)
Berbeda dari subkultur yang sebelumnya yang cenderung bergaya low budget, Sapeur alias orang-orang yang menganut Le Sape justru kebalikannya. Mereka identik dengan dandanan ala high class walaupun kesulitan makan.
Subkultur La Sape muncul setelah tahun 1976. Waktu itu ada seorang remaja Kongo bernama Jean Marc Zeita yang merantau ke Paris, Prancis. Di Paris, ia membuat perkumpulan anak-anak rantau dari Kongo. Perkumpulan tersebut setiap minggunya mengadakan kegiatan dan setiap anggotanya selalu meniru berpakaian orang Prancis yang modis. Mulai dari situlah, setiap orang Kongo yang pulang ke kampung halaman, mereka selalu berpakaian ala orang Prancis. Tujuannya, agar mereka terlihat seperti orang kaya dan sukses walaupun sebenarnya tidak.
Ternyata hal tersebut dianggap keren oleh masyarakat awam di Kongo. Pada akhirnya lama-kelamaan banyak orang yang tertarik dengan gaya fashion tersebut. Mereka akan melakukan apapun untuk bisa berpakaian modis bahkan sampai tidak makan berhari-hari atau berhutang.
Istilah La Sape sebenarnya berasal dari bahasa Prancis yang artinya masyarakat penghidup suasana dan orang-orang elegan. Memang, keberadaan subkultur La Sape ini bisa menghidupkan suasana di masyarakat karena pakaian bermerek.
La Sape juga memiliki prinsip yang unik yaitu sapologie yakni penganutnya tak boleh melakukan kekerasan dan ketidakadilan, serta tetap bahagia dan elegan meski tidak cukup makan. Selain itu, subkultur ini juga sangat anti membeli barang-barang tiruan, lho.
Begitu banyak paham dari subkultur yang ada di dunia ini rupanya unik. Selain kelima hal di atas, apakah kamu pernah mengenal tentang subkultur unik yang lainnya? Isi di kolom komentar, ya!