Seperti ditulis dalam BBC Future, proses kloning pada hewan sudah berhasil dilakukan pada era 1950-an, tepatnya pada 1952. Kala itu, organisme yang berhasil dikloning oleh para ilmuwan adalah kecebong. Proses kloning yang dilakukan ilmuwan bernama Robert Briggs dan Thomas King ini membawa pada penggabungan sel dan komponen katak secara bersamaan yang berkembang menjadi zigot.
Namun, proses penggabungan sel tersebut bukan melalui reproduksi alami layaknya penggabungan sel sperma dengan sel telur, melainkan para ilmuwan menggabungkan sel-sel tersebut melalui teknologi teknik transfer nuklir. Teknik ini dapat menghilangkan beberapa inti sel dalam katak. Dengan begitu, ilmuwan bisa melakukan transfer sel embrio ke dalam sel katak lainnya yang telah dimodifikasi.
Hasilnya adalah kecebong atau larva katak yang memiliki urutan DNA yang mirip dengan aslinya. Sayangnya, proses kloning ini hanya dapat dilakukan pada tingkat embrio. Baru pada 1958, dikembangkan sistem kloning yang melibatkan sel-sel organisme dewasa.
Hingga akhirnya, pada 1963, kloning ikan untuk pertama kali berhasil dilakukan. Perkembangan sains terus berkembang dan membuka jalan lebar bagi kloning dan studi-studinya.
Pada tahun-tahun berikutnya, tepatnya pada era 1970-an, kloning pada hewan mamalia sudah mulai diuji coba dan hasilnya sukses. Mulai dari tikus, sapi, dan domba, semuanya pernah dikloning untuk tujuan penelitian dan untuk menghasilkan salinan-salinan hewan ternak yang berkualitas (minim penyakit).